Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Disebut Mulai Batasi Pendanaan Ormas, KSP: Itu Salah

Kompas.com - 21/02/2022, 06:33 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani membantah adanya pernyataan yang menyebutkan pemerintah mulai membatasi pendanaan asing untuk organisasi masyarakat.

Menurutnya, salah satu sumber pendanaan bagi masyarakat sipil dan organisasi kemasyarakatan adalah dari sumbangan lembaga asing.

"Bila ada tuduhan organisasi asing tidak dapat memberikan dana ke masyarakat sipil, hal tersebut jelas salah, karena salah satu sumber pendanaan masyarakat sipil dapat berasal dari bantuan/sumbangan dari lembaga asing," ujar Jaleswari sebagaimana dilansir dari siaran persnya pada Senin (21/2/2022).

Akan tetapi, lanjut dia, tentu dalam proses pemberian bantuan tersebut ada prosedur yang harus dilewati.

Baca juga: Setiap Ormas Asing dan Domestik Wajib Memiliki Daftar Terduga Teroris

Hal ini bertujuan menjamin bahwa bantuan yang disalurkan tidak ditujukan untuk mendukung kegiatan ormas yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan terkait ormas.

"Misal kegiatan terorisme, separatisme, serta kegiatan yang bertentangan dengan hukum Indonesia lainnya. Hal demikian juga sama berlakunya terhadap kegiatan ormas yang didirikan oleh warga negara asing yang beroperasi di Indonesia," tutur Jaleswari.

"Pengaturan tersebut juga tidak perlu dianggap sebagai serangan terhadap kebebasan berpendapat. Perlu diingat bahwa pengaturan mengenai hak berserikat juga dimungkinkan dan diberikan ruangnya oleh konstitusi kita," tegasnya.

Hal ini untuk menjamin iklim kebebasan berserikat di Indonesia tetap sejalan dengan maksud pembatasan yang diperbolehkan dalam konstitusi.

Di antaranya untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Baca juga: Pemerintah Pantau Ormas Asing Terkait Potensi Pendanaan Terorisme

Jaleswari menambahkan, rasio konstitusional terkait pengaturan mengenai kebebasan berserikat tersebut pun merupakan praktik yang lumrah bila dikomparasikan dengan praktik di negara-negara demokrasi lainnya.

Sebelumnya, dilansir dari pemberitaan Tribunnews.com, pemerintah disebut mulai membatasi pendanaan dan pendaftaran organisasi non-pemerintah (ornop) atau non-governmental organization (NGO).

Hal itu disampaikan pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STIH) Jentera, Bivitri Susanti, dalam webinar 'Resiko Membongkar Oligarki: Kaitan Investigasi Korupsi dan Kebebasan Berekspresi' yang ditayangkan kanal YouTube IM57+ Institute, Sabtu (19/2/2022).

Dalam diskusi itu, dia berbicara soal empat ancaman terkini terhadap kebebasan berpendapat di Indonesia, salah satunya terkait pembatasan pendanaan dan pendaftaran tersebut.

"Tidak terlalu kelihatan tapi sebenarnya tengah terjadi, terus terang saja sejak pemerintahannya Pak Jokowi," ucap Bivitri.

Baca juga: FKPPI: Ormas Asing Ancam Kedaulatan Indonesia

Bahkan, disebutkan Bivitri, sampai ada beberapa organisasi internasional yang meminta tolong kepada dirinya untuk memberi penjelasan mengapa pendaftaran dan pendanaan NGO menjadi sulit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com