Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MAKI Minta Kejagung Cekal WNA Terkait Kasus Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan

Kompas.com - 16/02/2022, 10:28 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk melakukan cegah dan tangkal (cekal) terhadap seorang warga negara asing (WNA) Thomas Van Der Heyden terkait kasus dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2015-2021.

Permintaan itu diajukan MAKI setelah membaca materi gugatan yang diajukan pihak Kemenhan di PN Jakarta Pusat untuk membatalkan putusan Arbitrase Singapura (ICC) yang mengharuskan Kemenhan membayar USD 20.901.209 atau setara Rp 314 miliar kepada Navayo.

Dalam gugatan yang terdaftar dalam perkara nomor 64/Pdt.G/2022/PN JKT.PST menyebutkan nama Thomas Van Der Heyden.

"MAKI telah melakukan penelusuran terhadap nama Thomas Van Der Heyden berkewarganegaraan asing atau WNA, dengan dugaan memiliki identitas ganda, bahkan diduga memiliki lebih dari dua identitas," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis, Rabu (16/2/2022).

Baca juga: Selangkah Lebih Dekat untuk Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Satelit Kemenhan

Menurutnya, Thomas Van Der Heyden adalah konsultan tenaga ahli yang diangkat oleh PT DNK dan/atau Kemenhan dalam kegiatan pengadaan dan sewa satelit slot orbit 123 derajat bujur timur.

Diketahui, PT DNK merupakan pemegang hak pengelolaan filing satelit Indonesia untuk dapat mengoperasikan satelit atau menggunakan spektrum frekuensi radio di orbit satelit tertentu.

Boyamin juga menduga Thomas Van Der Heyden mengatur atau memfasilitasi pihak-pihak yang diduga terlibat dengan kegiatan pengadaan dan sewa satelit Kemenhan 2015 sampai 2020

Ia juga menduga Thomas Van Der Heyden sebagai WNA membawa misi tertentu kepentingan asing.

"Yang patut diwaspadai segala kiprahnya dan perlu dilakukan penelusuran yang lebih mendalam guna menguak semua aktivitasnya guna menjaga kedaulatan NKRI," imbuh Boyamin.

Lebih lanjut, ia mengatakan Thomas Van Der Heyden saat ini diduga telah meninggalkan wilayah Indonesia sehingga akan menyulitkan proses pemeriksaan penyidikan di Kejagung.

Baca juga: Jampidsus: Temuan Sementara, Negara Rugi Rp 515 Miliar dalam Kasus Korupsi Satelit Kemenhan

Maka itu, MAKI meminta Kejagung untuk mencekal Thomas Van Der Heyden guna memastikan dilakukan penangkapan jika nantinya WNA itu kembali memasuki wilayah Indonesia.

Boyamin menambahkan, jika ditemukan bukti keterlibatan Thomas Van Der Heyden dalam dugaan korupsi sewa satelit Kemenhan, Kejagung diminta segera menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO).

"Dan melakukan kerjasama dengan Interpol untuk menerbitkan red notice guna membawa yang bersangkutan untuk mempertanggungjawabkan dugaan keterlibatannya perkara dugaan korupsi pengadan dan sewa satelit Kemenhan," lanjut dia.

Diketahui pihak Navayo mengajukan tagihan sebesar USD 16 juta kepada Kemenhan melalui gugatan di Pengadilan Arbitrase Singapura di tahun 2021, terkait kasus pengadaan satelit di Kemenhan.

Berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021, Kemenhan harus membayar USD 20.901.209 atau setara Rp 314 miliar kepada Navayo.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com