Salin Artikel

MAKI Minta Kejagung Cekal WNA Terkait Kasus Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk melakukan cegah dan tangkal (cekal) terhadap seorang warga negara asing (WNA) Thomas Van Der Heyden terkait kasus dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2015-2021.

Permintaan itu diajukan MAKI setelah membaca materi gugatan yang diajukan pihak Kemenhan di PN Jakarta Pusat untuk membatalkan putusan Arbitrase Singapura (ICC) yang mengharuskan Kemenhan membayar USD 20.901.209 atau setara Rp 314 miliar kepada Navayo.

Dalam gugatan yang terdaftar dalam perkara nomor 64/Pdt.G/2022/PN JKT.PST menyebutkan nama Thomas Van Der Heyden.

"MAKI telah melakukan penelusuran terhadap nama Thomas Van Der Heyden berkewarganegaraan asing atau WNA, dengan dugaan memiliki identitas ganda, bahkan diduga memiliki lebih dari dua identitas," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis, Rabu (16/2/2022).

Menurutnya, Thomas Van Der Heyden adalah konsultan tenaga ahli yang diangkat oleh PT DNK dan/atau Kemenhan dalam kegiatan pengadaan dan sewa satelit slot orbit 123 derajat bujur timur.

Diketahui, PT DNK merupakan pemegang hak pengelolaan filing satelit Indonesia untuk dapat mengoperasikan satelit atau menggunakan spektrum frekuensi radio di orbit satelit tertentu.

Boyamin juga menduga Thomas Van Der Heyden mengatur atau memfasilitasi pihak-pihak yang diduga terlibat dengan kegiatan pengadaan dan sewa satelit Kemenhan 2015 sampai 2020

Ia juga menduga Thomas Van Der Heyden sebagai WNA membawa misi tertentu kepentingan asing.

"Yang patut diwaspadai segala kiprahnya dan perlu dilakukan penelusuran yang lebih mendalam guna menguak semua aktivitasnya guna menjaga kedaulatan NKRI," imbuh Boyamin.

Lebih lanjut, ia mengatakan Thomas Van Der Heyden saat ini diduga telah meninggalkan wilayah Indonesia sehingga akan menyulitkan proses pemeriksaan penyidikan di Kejagung.

Maka itu, MAKI meminta Kejagung untuk mencekal Thomas Van Der Heyden guna memastikan dilakukan penangkapan jika nantinya WNA itu kembali memasuki wilayah Indonesia.

Boyamin menambahkan, jika ditemukan bukti keterlibatan Thomas Van Der Heyden dalam dugaan korupsi sewa satelit Kemenhan, Kejagung diminta segera menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO).

"Dan melakukan kerjasama dengan Interpol untuk menerbitkan red notice guna membawa yang bersangkutan untuk mempertanggungjawabkan dugaan keterlibatannya perkara dugaan korupsi pengadan dan sewa satelit Kemenhan," lanjut dia.

Diketahui pihak Navayo mengajukan tagihan sebesar USD 16 juta kepada Kemenhan melalui gugatan di Pengadilan Arbitrase Singapura di tahun 2021, terkait kasus pengadaan satelit di Kemenhan.

Berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021, Kemenhan harus membayar USD 20.901.209 atau setara Rp 314 miliar kepada Navayo.

Gugatan Navayo itu bermula ketika Satelit Garuda-1 keluar orbit dari slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) yang menyebabkan terjadinya kekosongan pengelolaan oleh Indonesia pada 19 Januari 2015.

Berdasarkan aturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit.

Apabila tak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.

Ketika slot orbit 123 mengalami kekosongan pengelolaan, Kemenhan kemudian mengajukan permintaan untuk mendapatkan hak pengelolaan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).

Kemenhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015.

Untuk membangun Satkomhan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu 2015-2016.

Padahal saat melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015 itu, Kemenhan ternyata belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.

Kemudian, pihak Kemenhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kemenkominfo.

Akibatnya, sejumlah pihak seperti Avanti dan Navayo, mengajukan gugatan dan pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa satelit.

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/16/10282391/maki-minta-kejagung-cekal-wna-terkait-kasus-dugaan-korupsi-satelit-kemenhan

Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke