Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fraksi PKS Menolak Revisi UU PPP, Minta Tak Ada 'Penumpang Gelap' pada Metode Omnibus

Kompas.com - 08/02/2022, 10:16 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR meminta pendalaman dan menolak pembahasan lebih lanjut terhadap revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP).

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS Mulyanto menilai, revisi UU PPP yang merupakan tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Cipta Kerja sah-sah saja selama bersifat pasti, baku dan standar.

"Berkaitan dengan metode omnibus yang dimasukkan dalam revisi UU PPP tersebut, ini sah-sah saja diterapkan dalam penyederhanaan UU, menghilangkan tumpang tindih UU ataupun mempercepat proses pembentukan UU selama bersifat pasti, baku, dan standar," kata Mulyanto dalam keterangannya, Selasa (8/2/2022).

"Sifat pasti, baku, dan standar itu yang ditekankan putusan MK terkait JR UU Omnibus Law Cipta Kerja," lanjutnya.

Baca juga: Baleg Setujui Revisi UU PPP, Akomodasi Metode Omnibus pada Pembentukan Undang-Undang

Untuk itu Fraksi PKS mengusulkan sejumlah prasyarat terkait penggunaan metode omnibus.

Pertama, metode ini hanya dapat digunakan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan pada satu topik khusus (klaster) tertentu saja.

Dia meminta, metode tersebut tidak melebar atau merambah ke topik-topik lain.

"Tidak boleh ada penumpang gelap yang sekedar untuk memanfaatkan kesempatan, sebagaimana yang terjadi saat pembahasan UU Omnibus Law Cipta Kerja lalu. Pembatasan ini penting, agar kita tidak mengulang kesalahan sebelumnya," tegas Mulyanto.

Kedua, soal waktu pembahasan, diperlukan pengaturan tentang alokasi waktu yang memadai dalam penggunaan metode ini.

"Alokasi waktu tersebut sesuai secara proporsional dengan jumlah UU yang terdampak dari pembahasan dengan metode ini. Pengaturan ini penting, agar penyusunan perundangan tidak dilakukan secara ugal-ugalan dengan mengabaikan aspirasi publik," jelasnya.

Baca juga: Yasonna Harap Revisi UU Cipta Kerja dan UU PPP Dibahas Secara Paralel

Mulyanto menegaskan bahwa dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dengan metode omnibus harus melibatkan banyak partisipasi publik. Baik dari kalangan akademisi perguruan tinggi, organisasi masyarakat, maupun masyarakat umum.

"Mobilisasi partisipasi publik ini dilakukan dengan memperhatikan sebaran penduduk di seluruh wilayah Indonesia," tambah dia.

Selain itu, Mulyanto juga menekankan agar naskah akademik revisi UU PPP dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat luas. Hal ini dalam rangka mengoptimalkan partisipasi publik.

Sebelumnya diberitakan, Baleg DPR menyetujui draf revisi UU PPP dalam rapat pleno Senin (7/2/2022).

"Apakah draf Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 bisa kita proses untuk mendapatkan persetujuan di tingkat berikutnya?" kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas, Senin.

"Setuju," jawab peserta rapat diikuti ketukan palu oleh Supratman sebagai tanda kesepakatan.

Dalam rapat tersebut, delapan dari sembilan fraksi menyetujui draf revisi UU PPP, hanya Fraksi PKS yang menolak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com