Tidak hanya di level jabatan bupati dan wakil bupati, ghosting politik juga menerpa gesekan kekuasaan antara walikota dengan wakilnya serta antara gubernur dengan wakil gubernur.
Saat Wali Kota Tegal menginap di sebuah hotel di Jakarta, aparat sempat menggeledah dan memeriksa urine Deddy berkat informasi dari Wakil Wali Kota.
Karena tidak terbukti dan merasa dilecehkan, Wali Kota melaporkan perbuatan Wakil Wali Kota ke polisi.
Tidak hanya itu, Wali Kota juga memerintahkan penyegelan ruangan dinas Wakil Wali Kota dan tidak memberi kegiatan untuk Wakilnya. Aksi pembalasan masih berlanjut dengan pencabutan hak protokoler Wakil Wali Kota seperti ajudan dan sopir serta dukungan staf.
Upaya Gubernur Jawa Tengah untuk mendamaikan dan memediasi “pertempuran” di Tegal antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota ini masih berproses dan terus berjalan (Kompas.com, 5 Maret 2021).
Di Aceh Tengah, perseteruan antara Bupati dengan Wakil Bupatinya lebih “horor” lagi. Bupati Shabela Abubakar merasa diancam akan dibunuh oleh Wakil Bupati Firdaus setelah sempat nyaris terjadi adu fisik dalam sebuah rapat.
Wakil Bupati Aceh Tengah Firdaus merasa tidak pernah dilibatkan dalam semua bidang pemerintahan, termasuk informasi proyek senilai Rp 17 miliar dan mutasi pejabat yang diteken bupati tanpa pertimbangannya (Kompas.com, 15 Mei 2021).
Baca juga: Curhat Wabup Firdaus Merasa Tak Dihargai hingga Ancam Bunuh Bupati Aceh Tengah
Jauh sebelumnya di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, ketidakharmonisan antara kepala daerah dan wakilnya juga muncul di permukaan.
Saat Bupati Irfendi Arbi melaksanakan ibadah haji, Wakil Bupati Ferizal Ridwan melantik pejabat eselon dua tanpa koordinasi dengan bupati.
Tidak hanya di tataran pemerintahan kota dan kabupaten, di provinsi pun ghosting politik juga menjadi keprihatinan publik.
Sebelum periode kepemimpinan yang baru hasil pemilihan gubernur (Pilgub) 2020, nakhoda birokrasi di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) terpecah karena perseteruan terbuka antara Gubernur Irianto Lambrie dengan Wakil Gubernur Udin Hianggio.
Oleh Irianto, Udin dianggap tidak melaksanakan tugas, tidak tertib administrasi dalam perjalanan dinas, tidak melakukan koordinasi yang harmonis terkait satuan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), dan melakukan kegiatan kontra produktif.
Sebaliknya Wakil Gubernur Kaltara Udin Hianggio menolak semua tuduhan tersebut dan menyatakan tegas kalau posisinya adalah setara dengan gubernur.
Baca juga: Wagub Kaltara Mengamuk pada Upacara HUT Korpri dan PGRI, Videonya Viral
Bahkan dalam keseharian, kedua pucuk pimpinan ini tidak pernah bertegur sapa dan saling menghindar.
Akibat konflik yang akut, mereka pecah kongsi dalam Pilgub 2020 lalu. Keduanya kalah.