JAKARTA, KOMPAS.com - Pada September 2019 lalu terjadi aksi unjuk rasa bertajuk #ReformasiDikorupsi di Gedung DPR RI.
Mengutip Kompas.id, saat itu, mahasiswa dari berbagai penjuru datang untuk menuntut pembatalan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan menolak pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) bermasalah.
Poin-poin pengubahan yang menyandera kewenangan utama lembaga antirasuah tersebut diprediksi akan berujung pada pelemahan, bahkan pembubaran KPK. Padahal, KPK yang merupakan anak kandung reformasi masih menjadi simbol harapan untuk perbaikan negara.
Pasca-reformasi 1998, bangsa ini berkomitmen untuk mengelola negara secara lebih bersih. Selama puluhan tahun masyarakat terjebak dalam jurang ketimpangan karena kekayaan negara tak didistribusikan secara merata, tetapi justru dikorupsi kaum elite.
Baca juga: Menilik Kembali Aksi #ReformasiDikorupsi Dua Tahun Lalu...
Setelah puluhan tahun reformasi, cita-cita yang susah payah dibangun itu hendak dikubur. Bukan hanya dengan revisi UU KPK, tetapi juga pemilihan pimpinannya yang dinilai banyak kalangan sarat dengan persoalan.
Bagaimana tidak, penolakan terhadap revisi UU KPK dan RUU lain, yaitu Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, RUU Pertanahan, dan RUU Minerba, sudah sering disuarakan elemen masyarakat sipil.
Sejumlah guru besar lintas perguruan tinggi juga melakukan hal yang sama, bahkan untuk menolak revisi UU KPK, surat resmi telah dilayangkan ke DPR. Namun, semua masukan dari publik itu tak digubris.
Tak hanya itu, anggota DPR sempat meremehkan suara mahasiswa. Mereka menolak untuk menemui massa mahasiswa yang menggelar aksi damai pada Kamis, 19 September 2019.
Baca juga: #ReformasiDikorupsi hingga #MosiTidakPercaya yang Warnai Setahun Jokowi-Maruf...
Tak heran jika bara kemarahan mahasiswa akhirnya terbakar. Mereka rela menunda kuliahnya, berjalan jauh di tengah terik matahari, menghabiskan suara untuk berorasi, demi melawan kesewenang-wenangan pemerintah dan DPR dalam menyusun legislasi.
Tak peduli pula dengan risiko unjuk rasa akan berujung ricuh yang membuat keselamatan mereka terancam.
Awalnya aksi #ReformasiDikorupsi hanya di Jakarta, kemudian berkembang menjadi aksi nasional.
Serangkaian aksi yang terjadi mulai dari 23-30 September 2019 ini berlangsung di berbagai kota besar di Indonesia seperti Malang, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Palembang, Medan, Semarang, Bandung, Denpasar, Kendari, Tarakan, Samarinda, Banda Aceh, dan Palu.
Baca juga: Tak Hanya 7 Tuntutan, Kini Demo Mahasiswa dan Buruh Ajukan 7+1 Tuntutan Reformasi Dikorupsi
Rangkaian aksi itu pun diwarnai kericuhan antara aparat dan peserta aksi. Sejumlah video yang beredar di media sosial, tampak jelas polisi melayangkan pukulan, tendangan dan benda tumpul ke arah demonstran yang sudah tidak berdaya.
Di Jakarta, sekitar 90 demonstran dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Sebanyak 3 di antaranya mengalami luka serius pada bagian kepala sehingga membutuhkan perawatan intensif lebih lama dibandingkan yang lainnya.
Di daerah, kondisinya nyaris serupa. Demonstrasi awalnya berujung damai, namun ujung-ujungnya bentrok dengan aparat.