Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penangkapan Harun Masiku Dinilai Penting untuk Ungkap Dugaan Keterlibatan Nama Lain

Kompas.com - 06/09/2021, 16:59 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera melakukan penangkapan pada buron Harun Masiku.

Sebab menurut peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman keterangan Harun Masiku penting untuk mengungkap siapa saja aktor yang terlibat terkait kasus suap salah satu Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Kalau hanya Harun Masiku nilai strategisnya tidak seberapa dilihat dari bahwa Harun Masiku bukan politisi berpengaruh, bukan merupakan penyelenggara negara,” tutur Zaenur pada Kompas.com, Senin (6/8/2021).

Baca juga: KPK Minta Pihak yang Mengetahui Keberadaan Harun Masiku Segera Lapor

“Tapi menurut saya tuntutan publik pada KPK untuk segera menangkap Harun Masiku itu untuk melihat keterangan Harun Masiku terkait dugaan keterlibatan dari aktor-aktor politik lain,” jelas dia.

Zaenur berpendapat adanya perbedaan keterangan tentang keberadaan Harun Masiku dari Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dan kabar terbaru yang disampaikan Penyidik Nonaktif KPK Ronald Sinyal menunjukan alasan KPK yang mengada-ada.

“Terakhir KPK beralasan penangkapan Harun Masiku terkendala pandemi Covid-19 maka susah melakukan pengejaran, alasan itu tidak berdasar karena aparat penegak hukum lain masih tetap bisa melakukan pengejaran pelaku korupsi ke luar negeri,” ungkap dia.

Zaenur mencontohkannya dengan penangkapan terpidana kasus surat utang atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra yang dibawa pulang Kejaksaan Agung dari Malaysia.

“KPK sebaiknya tidak terus menerus menggunakan pandemi sebagai alasan karena sudah ada contoh nyatanya yang dilakukan Kejaksaan dengan membawa pulang Djoko Tjandra,” papar dia.

Dalam pandangan Zaenur KPK tidak memiliki iktikad baik untuk mengejar Harun Masiku. Sebab selama ini alasan KPK selalu tidak jelas dan menimbulkan pertanyaan publik.

“Harun Masiku di dalam negeri atau luar negeri ini KPK sendiri seperti tidak jelas. Seperti ada sesuatu yang jadi tanda tanya publik, kenapa KPK tak kunjung menangkan Harun Masiku,” imbuh dia.

Adapun Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pada Komisioner KPU Wahyu Setiawan oleh KPK pada Januari 2020.

KPK menduga pemberian suap itu agar KPU melanggengkan jalan politikus PDI-P itu untuk menjadi anggota DPR.

Hingga kini status Harun Masiku masih buron dan belum ditangkap. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto pada konferensi pers Selasa (24/8/2021) mengungkapkan pihaknya sudah mengetahui keberadaan Harun Masiku.

Baca juga: Harun Masiku Masih Buron, Keseriusan KPK Diragukan

Karyoto menyebut Harun berada di luar negeri dan keberadaannya sudah terdeteksi. Namun upaya pengejaran dan penangkapannya belum bisa dilakukan karena alasan pandemi Covid-19.

Terbaru, Penyidik Nonaktif KPK Ronald Sinyal memberi keterangan yang berbeda. Ia mengklaim bahwa pada Agustus 2021 Harun Masiku berada di Indonesia.

Namun ia tidak bisa melakukan pengejaran karena saat ini statusnya telah diberhentikan sementara akibat tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com