JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memiliki 16 catatan penting terhadap draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Pengacara publik LBH Jakarta, Citra Referandum mengatakan, 16 catatan itu adalah:
Pertama, hilangnya asas dan tujuan pembentukan undang-undang membuat arah penghapusan kekerasan seksual menjadi tidak jelas.
Kedua, dihapusnya tindak pidana perbudakan seksual.
"Ketiga, dihapusnya tindak pidana pemaksaan perkawinan. Keempat, ketentuan mengenai pemaksaan aborsi dihilangkan," kata Citra dalam keterangan pers, Jumat (3/9/2021).
Baca juga: Draf Awal RUU PKS, Ada Aturan Rehabilitasi Bagi Pelaku Kekerasan Seksual
Kelima, tidak adanya tindak pidana pemaksaan pelacuran.
Keenam, pengubahan nomenklatur tindak pidana perkosaan menjadi pemaksaan hubungan seksual telah mereduksi pemaknaan atas tindakan perkosaan itu sendiri.
Ketujuh, tidak dimuatnya tindak pidana kekerasan berbasis gender online.
Kedelapan, menyamakan unsur kekerasan seksual terhadap korban dewasa dan anak.
Kesembilan, tidak diaturnya pidana berupa tindakan bagi pelaku.
Kesepuluh, tidak adanya perlindungan khusus bagi korban dengan disabilitas.
Baca juga: Perubahan Draf RUU PKS Dinilai Bisa Lemahkan Substansi Utama
Kesebelas, hilangnya pengaturan yang mewajibkan pemerintah dalam pemenuhan hak korban adalah bukti nyata negara lari dari tanggung jawab.
Kedua belas, tidak diaturnya hak-hak korban, keluarga korban, saksi dan ahli membuat mereka berada dalam posisi rentan ketika menjalani proses penegakan hukum.
"Ketiga belas, tidak adanya kewajiban Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) untuk melindungi dan memenuhi hak-hak korban," ucap Citra.
"Keempat belas, arah upaya pencegahan tidak diatur secara komprehensif dalam draf sehingga tindakan preventif yang seharusnya menjadi perhatian serius menjadi terabaikan," kata dia.
Kelima belas, tidak dimuatnya larangan aparat penegak hukum (APH) melakukan tindakan diskriminatif dalam proses penegakkan hukum tindak kekerasan seksual sama halnya mengamini status quo yang tidak berpihak pada korban.
Keenam belas, menghilangkan peran paralegal sebagai pendamping korban kekerasan seksual.
Baca juga: Draf RUU PKS Mulai Dibahas, Komnas Perempuan Sebut Ada 4 Isu yang Belum Terakomodasi
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.