Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 03/09/2021, 15:22 WIB
|

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Sukamta menilai, persoalan pelindungan data pribadi dalam situasi darurat, terlebih data pribadi Presiden Joko Widodo ikut bocor di tengah publik.

"Saat ini sudah menyangkut data data seorang Presiden, maka ini sudah darurat dan tidak boleh dibiarkan terjadi lagi," kata Sukamta saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/9/2021).

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu berpandangan, berulangnya kasus kebocoran data di berbagai tingkatan setidaknya menunjukkan empat hal.

Baca juga: NIK Jokowi Beredar, Menkes: Sekarang Sudah Dirapikan dan Data Para Pejabat Ditutup

Pertama, hal itu bisa disebabkan tidak adanya kepedulian dari pengelola data.

Ia mencontohkan kasus kebocoran data e-HAC yang hanya disimpan di situs web tanpa pengamanan.

"Ini menunjukkan pengelola data ignorance soal perlunya perlunya melindungi data warga negara yang dia kelola," ujar Sukamta.

Kedua, menurut Sukamta, boleh jadi disebakan kemampuan pengamanan yang tidak cukup, baik dari sistemnya maupun manusianya.

Ia menyebutkan, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate telah berulang kali menjamin bahwa sistem dan manusianya sudah memenuhi standar dan disertifikasi, tetapi hal itu tidak terbukti karena nyatanya kebocoran data terus terjadi.

Ketiga, bisa jadi ada kesengajaan untuk membocorkan data dengan berbagai motif. Sedangkan yang keempat, kebocoran terjadi karena tidak kuatnya lembaga pemantau, pengawas, dan pengarah.

"Bisa jadi sertifikasi yang dikeluarkan tidak memadai atau tidak sebanding dengan keterampilan pengelolanya. Selama ini pengawasan dan sertifikasi dilakukan oleh Kominfo. Dan ini sudah terbukti tidak berfungsi dan tidak berjalan dengan memadai," kata Sukamta.

Baca juga: NIK Jokowi Dipakai untuk Bocorkan Sertifikat Vaksinasinya, Dukcapil Ingatkan Sanksi Pidana

Ia pun menegaskan, pemerintah mesti menunjukkan niat baik untuk menyetujui keberadaan lembaga pengawas otoritas pengelola data pribadi yang kuat dalam Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP).

"Yang bisa mendorong perubahan ini adalah good will dari pemerintah dengan dimulai dari payung hukum yang kuat, yakni UU dalam hal ini UU PDP dengan lembaga pengawas otoritas pengelola data pribadi, atau lembaga pengawas OPDP yang kuat," ujar Sukamta.

"Mau sampai kapan dan seberapa parah persoalan ini akan dibiarkan?" kata dia.

Nomor induk kependudukan (NIK) Presiden Joko Widodo beredar di dunia maya.

Informasi itu menjadi perbincangan warganet karena menampilkan NIK secara lengkap, yakni 16 digit angka dan informasi pribadi Jokowi secara rinci.

Data itu kemudian digunakan warganet untuk melakukan cek kartu vaksin Covid-19 milik kepala negara di aplikasi PeduliLindungi.

Baca juga: Kemenkes Pastikan Data Masyarakat di Sistem E-HAC Tidak Bocor


Hasil dari pengecekan itu ditemukan kartu vaksin dosis pertama, kartu vaksin dosis kedua, dan form sertifikat vaksin dosis ketiga.

Hasil pengecekan ini diunggah di Twitter dan mendapat respons luas dari warganet lainnya.

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menyayangkan hal tersebut. Dia berharap pihak terkait segera melakukan langkah khusus.

"Menyayangkan kejadian beredarnya data pribadi tersebut. Berharap pihak terkait segera melakukan langkah khusus untuk mencegah kejadian serupa," kata dia saat dikonfirmasi pada Jumat (2/9/2021).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Tanggal 1 April Hari Memperingati Apa?

Tanggal 1 April Hari Memperingati Apa?

Nasional
Hari Nasional dan Internasional Bulan April 2023

Hari Nasional dan Internasional Bulan April 2023

Nasional
Rapat Komisi III DPR Bersama Mahfud MD Selesai, Bakal Dilanjutkan Bersama Sri Mulyani

Rapat Komisi III DPR Bersama Mahfud MD Selesai, Bakal Dilanjutkan Bersama Sri Mulyani

Nasional
Bambang Pacul Tolak Pembentukan Pansus, Minta Mahfud MD Benahi Data Transaksi Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Bambang Pacul Tolak Pembentukan Pansus, Minta Mahfud MD Benahi Data Transaksi Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Nasional
Politikus Demokrat Ini Tolak Ucapan Mahfud yang Sebut DPR Halang-halangi Penegakan Hukum Transaksi Rp 349 T

Politikus Demokrat Ini Tolak Ucapan Mahfud yang Sebut DPR Halang-halangi Penegakan Hukum Transaksi Rp 349 T

Nasional
Resmikan 'Wind Tunnel' Terjun Payung, Dankor Brimob Harap Nantinya Bisa Digunakan Taruna Akpol

Resmikan "Wind Tunnel" Terjun Payung, Dankor Brimob Harap Nantinya Bisa Digunakan Taruna Akpol

Nasional
Pengakuan Ketua Komisi III Saat Mulai Ikuti Rapat Bahas Transaksi Rp 349 T: Asli, Saya Enggak Paham

Pengakuan Ketua Komisi III Saat Mulai Ikuti Rapat Bahas Transaksi Rp 349 T: Asli, Saya Enggak Paham

Nasional
Soal Dugaan Pencucian Uang Impor Emas Rp 189 Triliun di Bea Cukai, PPATK Sebut Ada Perubahan Pola

Soal Dugaan Pencucian Uang Impor Emas Rp 189 Triliun di Bea Cukai, PPATK Sebut Ada Perubahan Pola

Nasional
DPR Lanjut Rapat dengan Mahfud Sampai Tengah Malam, Pacul: Ini Rapat Paling Luar Biasa!

DPR Lanjut Rapat dengan Mahfud Sampai Tengah Malam, Pacul: Ini Rapat Paling Luar Biasa!

Nasional
Dankor Brimob Resmikan Wind Tunnel dan Simulator Terjun Payung, Terbesar Se-Asia Tenggara

Dankor Brimob Resmikan Wind Tunnel dan Simulator Terjun Payung, Terbesar Se-Asia Tenggara

Nasional
Waspada Survei Abal-Abal, Masyarakat Diharapkan Perkuat Literasi Survei

Waspada Survei Abal-Abal, Masyarakat Diharapkan Perkuat Literasi Survei

Nasional
Beda dengan Sri Mulyani, Mahfud Sebut Transaksi Janggal yang Langsung Libatkan Pegawai Kemenkeu Rp 35 Triliun

Beda dengan Sri Mulyani, Mahfud Sebut Transaksi Janggal yang Langsung Libatkan Pegawai Kemenkeu Rp 35 Triliun

Nasional
Kaget Mahfud Sampaikan Paparan dengan Tensi Tinggi, Anggota Komisi III: Maklum Jam Puasa

Kaget Mahfud Sampaikan Paparan dengan Tensi Tinggi, Anggota Komisi III: Maklum Jam Puasa

Nasional
Sri Mulyani dan Mahfud Beda Data soal Transaksi Janggal, Anggota DPR Usul Bikin Pansus

Sri Mulyani dan Mahfud Beda Data soal Transaksi Janggal, Anggota DPR Usul Bikin Pansus

Nasional
Bawaslu Minta Ratusan Ribu Data Pemilih Penyandang Disabilitas Diperhatikan

Bawaslu Minta Ratusan Ribu Data Pemilih Penyandang Disabilitas Diperhatikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke