JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden pertama RI Soekarno mengaku pernah dikiritik lewat sebuah coretan tembok. Isi kritik itu berupa sindiran terhadap kebijakan politik yang diambilnya.
Hal itu diceritakan Soekarno dalam pidato Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1966 di Jakarta.
"Saudara-saudara, saya pernah dihadiahi dengan coretan tembok yang berbunyi: ‘Mercusuar politik no, mercusuar ekonomi yes," kata Soekarno dalam pidatonya yang bertajuk "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah" seperti yang dikutip dari Litbang Kompas.
Selain menceritakan, Soekarno juga sekaligus menanggapi coretan tembok tersebut.
Baca juga: Bung Karno dan Kisah di Balik Wajah Ramah Pemuda pada Monumen Selamat Datang
Ia memanfaatkan momen HUT RI untuk menanggapi kritik agar pesan yang disampaikannya tersebar luas, mengingat pidato presiden saat itu adalah hal yang dinantikan oleh masyarakat.
Ketika itu, Soekarno menjawab kritik tersebut dengan mengatakan bahwa mercusuar politik dan ekonomi adalah hal yang tidak dapat dipisahkan baik secara nasional maupun internasional.
Keduanya harus diterapkan secara bersamaan. Itulah yang disebut oleh Soekarno sebagai Dwi Tunggal! Dwi Eka! Dwi Simultanisme!
Karena itulah, kata Soekarno, maka Ampera bukan hanya urusan isi perut. Ampera adalah urusan isi perut dan negara merdeka bebas dari imperialisme plus dunia baru.
Ampera adalah dwi tunggal politik dan ekonomi, dwi tunggal ekonomi dan politik.
Tidak bisa dipisah satu sama lain. Dan tidak ada ke-amberg-parama-arta-an dari yang satu
di atas yang lain.
Baca juga: Asal-usul Marhaenisme, Ideologi yang Tercetus Kala Bung Karno Bersepeda
Malahan, menurut Soekarno ampera adalah Tri Tunggal, yaitu: Negara merdeka–politik! Masyarakat adil dan makmur–ekonomi! Dunia Baru–politik! Pun di dalam Tri Tunggal Ampera ini tidak ada ke-ambeg-parama-arta-an.
"Dalam abad XX, dua hal ini, ekonomi dan politik, adalah kait-mengait, kait-mengait satu sama lain, rante-rinante satu sama lain, interwoven satu sama lain. Apalagi buat kita, ekonomi kita! Sebab, ekonomi yang kita kejar ialah ekonomi atas dasar orde baru, ekonomi atas dasar orde sosialis, bukan ekonomi seperti di Amerika atau ekonomi seperti di Jepang, satu ekonomi sosialis tanpa exploitation de l’homme par l’homme," kata Bung Karno.
Soekarno dalam pidatonya juga mencoba mengingatkan pentingnya menciptakan stabilitas ekonomi dan politik secara bersamaan.
Upaya ini disesuaikan dengan kondisi bangsa sehingga terwujud stabilitas yang revolusioner dan tidak tergantung pada imperialis.
Mulanya coretan tembok itu disinggung oleh Soekarno saat ia menyampaikan gagasan mercusuar agar Indonesia didengar, dilihat, dan diperhatikan oleh seluruh dunia. Tapi, gagasan itu justru menuai kritik dari masyarakat.
Selama masa pemerintahannya, Soekarno memang pernah menjalankan konsep politik mercusuar agar Indonesia dikenal oleh dunia internasional.
Salah satu politik mercusuar yang berhasil menyita perhatian dunia adalah saat Indonesia menjadi tuan rumah dalam Asian Games 1962.
Baca juga: INFOGRAFIK Serial Presiden: Soekarno
Beragam pembangunan skala besar seperti Stadion Utama Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia dilakukan.
Pada masa itulah Soekarno menuai kritikan. Hal ini dikarenakan sejak tahun 1960, Indonesia sedang mengalami kesulitan ekonomi dengan inflasi yang begitu tinggi.
Jadi, wajar saja di tengah situasi saat itu, proyek skala besar mendapat kritikan dari masyarakat. Kritik tersebut sebagai bentuk kepedulian sekaligus kegelisahan masyarakat.
Kritik itu juga menggambarkan sikap sebagian masyarakat yang suaranya mungkin belum didengar oleh pemerintah, namun akhirnya berhasil ditanggapi oleh Soekarno.
Pesan politik dari Soekarno
Dalam Kompas.id disebut bahwa coretan tembok yang disinggung oleh Soekarno itu merupkan grafiti pada masanya. Sebagai kritik estetis, cara yang digunakan berhasil menarik perhatian pemimpin.
Melihat momen yang digunakan, terlihat jelas bahwa coretan tembok yang entah ditulis oleh siapa itu memberikan kesan yang sangat berarti bagi Presiden Soekarno, sehingga perlu dibahas dalam pidato tahunan presiden.
Soekarno seakan ingin memberikan pesan politik bahwa kritik terhadap kebijakan kepala negara, perlu dijawab dengan penjelasan-penjelasan yang demokratis.
Baca juga: Di Museum Kepresidenan, Presiden Soekarno Tercatat Lahir di Surabaya
Secara komprehensif, coretann tembok itu dijawab oleh Soekarno dengan ragam penjelasan tentang konsep pembangunan ekonomi dan politik secara paralel.
Itulah mengapa Soekarno mengambil momen besar untuk menanggapi kritikan sehingga masyarakat dapat memahami secara menyeluruh.
Di balik pro dan kontra kebijakan, Soekarno telah menanggapi kritikan atas kebijakan negara secara demokratis.
Kritik atas kebijakan dijawab dengan memberi penjelasan secara lugas untuk mudah dipahami masyarakat umum.
Presiden Soekarno memberikan contoh cara demokratis dalam menanggapi kritikan. Ia memberikan sudut pandang lain agar dipahami masyarakat umum sebagai jawaban atas kritik.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.