JAKARTA,KOMPAS.com – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi legawa terhadap hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyatakan ada pelanggaran hak asasi manusia dalam alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai, semestinya hasil penyelidikan Komnas HAM itu dijadikan dasar untuk membangun KPK ke arah yang lebih baik.
“Demi kebaikan KPK tolonglah legawa, menerima keadaan KPK seperti ini, lalu diperbaiki ke depan. Bukan justru menendang pegawai KPK,” tutur Boyamin dihubungi Kompas.com, Rabu (18/8/2021).
Baca juga: Setelah Komnas HAM Ungkap TWK di KPK Langgar Hak Asasi Manusia...
Jika pimpinan KPK tidak mengikuti dan menerima rekomendasi Komnas HAM untuk melakukan perbaikan, Boyamin khawatir polemik TWK akan terus terjadi dan membuat internal KPK tidak harmonis.
Dengan demikian, koruptor yang akan senang jika internal KPK tidak solid.
“Sehingga berakibat pada penurunan, produktivitas, dan kinerja KPK. Jika hal ini terjadi yang senang adalah pelaku-pelaku korupsi,” kata dia.
Baca juga: Komnas HAM Nyatakan Ada 11 Pelanggaran Terkait TWK, Ini Kata KPK
Dengan adanya temuan Komnas HAM, Boyamin mendesak pimpinan KPK segera membatalkan hasil TWK dan mengangkat semua pegawai lembaga antirasuah itu menjadi ASN.
Apalagi, pegawai merupakan tulang punggung KPK dan mereka sudah sekian lama bekerja di KPK. "Kalau pimpinan bisa datang dan pergi,” ucap Boyamin.
Pada Senin (16/8/2021), Komnas HAM menyampaikan hasil penyelidikan pada proses alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Komnas HAM menyatakan adanya tindakan pelanggaran hak asasi manusia pada proses alih status pegawai tersebut.
Sebelumnya pada 21 Juli 2021, Ombudsman RI menyatakan adanya tindakan malaadministrasi dalam proses alih statuts pegawai KPK melalui TWK.
Baca juga: Setelah Komnas HAM Ungkap TWK di KPK Langgar Hak Asasi Manusia...
Salah satu temuan Ombudsman yakni adanya kontrak mundur atau back date yang dilakukan oleh KPK dengan BKN pada penandatanganan nota kesepahaman dan kontrak swakelola.
Sementara itu, pimpinan KPK melalui salah satu komisionernya, Nurul Ghufron menyatakan, menolak laporan hasil penyelidikan yang diberikan oleh Ombudsman.
Terdapat beberapa poin keberatan yang disampaikan Ghufron atas hasil laporan Ombudsman itu, salah satunya adalah pandangan bahwa Ombdusman telah melanggar ketentuan hukum karena melakukan penyelidikan pada Perkom 1 Tahun 2021.
Sebab, aturan tersebut saat ini sedang dalam tahap uji formil yang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.