Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bandingkan Putusan Edhy Prabowo dengan Pinangki, MAKI: Harusnya Bisa 10-15 Tahun

Kompas.com - 16/07/2021, 15:38 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menghormati putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Korupsi (Tipikor) Jakarta yang memvonis eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo 5 tahun penjara.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menilai pihaknya menghormati putusan hakim mesti dirasa salah.

"Prinsipnya secara hukum saya menghormati putusan hakim, karena berlaku asas res judicata artinya menghormati putusan hakim mesti itu dirasa salah, itu yang berlaku di negara kita," sebut Boyamin pada Kompas.com, Jumat (16/7/2021).

Boyamin sebenarnya berharap Edhy Prabowo dapat divonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa.

Sebab majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa kali menjatuhkan vonis lebih berat ketimbang permintaan jaksa pada terdakwa tindak korupsi.

"Dalam kasus Jiwasraya, Djoko Tjandra (vonis) di atas tuntutan semua itu. Jiwasraya tuntutan 20 tahun di vonis seumur hidup, Pinangki dituntut 4 tahun di vonis 10 tahun, Djoko Tjandra juga begitu kan," katanya.

Baca juga: Vonis 5 Tahun Edhy Prabowo, Pengamat: Korupsi Tak Lagi Jadi Extraordinary Crime

"Dan saya berharap tadinya ini (vonis Edhy Prabowo) lebih dari 5 tahun, bisa 10 sampai 15 tahun karena apapun (korupsi) ini dilakukan menteri yang punya kewenangan saat itu," jelas Boyamin.

Boyamin menilai, Edhy mestinya dihukum lebih berat karena tindakannya berbeda dengan klaim bahwa dirinya ingin mensejahterakan kehidupan nelayan.

Dalam pandangan Boyamin, yang diuntungkan terkait ekspor benih benur lobster (BBL) justru Edhy, dan para anak buahnya.

"Berbeda dengan dalihnya untuk mensejahterakan nelayan tapi bersama anak buahnya didakwa mengambil untung dari proses ekspor melalui model monopoli perusahaan pengangkutan dari Indonesia ke luar negeri," ungkapnya.

"Sehingga dari situlah diduga ada uang bancakan oleh oleh orang-orangnya dan juga diduga diberi ajudan staf ahli atau apa, untuk membiayai, mengurusi kebutuhan dari Edhy Prabowo. Di situ saya berharap vonisnya lebih tinggi dari tuntutan," papar Boyamin.

Boyamin berharap Edhy Prabowo mau menerima hukuman dan mengakui kesalahan yang ia perbuat.

Baca juga: ICW Yakin Hukuman Juliari Batubara Tak Jauh Beda dengan Edhy Prabowo

"Dia harusnya bertanggung jawab dan merasa gagal sebagai menteri. Minimal karena tidak bisa memastikan kesejahteraan nelayan, karena yang menikmati untung malah eksportir dan oknum pejabat, itukan dia sebagai menteri gagal. Harusnya gentle mengatakan bertanggung jawab, bersalah dan akan menjalani hukuman secara ksatria," tutup Boyamin.

Diketahui majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/7/2021) memvonis Edhy Prabowo 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Majelis hakim menilai Edhy Prabowo terbukti melanggar melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.

Edhy dinilai terbukti menerima uang suap terkait pengurusan izin budidaya dan ekspor benih benur lobster (BBL) dari perusahaan eksportir sejumlah total 25,7 miliar.

Majelis hakim juga mengenakkan Edhy pidana pengganti Rp 9,68 miliar dan 77.000 dolar Amerika Serikat.

Hak politik Edhy juga dicabut selama 3 tahun terhitung sejak menyelesaikan pidana pokoknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com