JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menghormati putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Korupsi (Tipikor) Jakarta yang memvonis eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo 5 tahun penjara.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menilai pihaknya menghormati putusan hakim mesti dirasa salah.
"Prinsipnya secara hukum saya menghormati putusan hakim, karena berlaku asas res judicata artinya menghormati putusan hakim mesti itu dirasa salah, itu yang berlaku di negara kita," sebut Boyamin pada Kompas.com, Jumat (16/7/2021).
Boyamin sebenarnya berharap Edhy Prabowo dapat divonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
Sebab majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa kali menjatuhkan vonis lebih berat ketimbang permintaan jaksa pada terdakwa tindak korupsi.
"Dalam kasus Jiwasraya, Djoko Tjandra (vonis) di atas tuntutan semua itu. Jiwasraya tuntutan 20 tahun di vonis seumur hidup, Pinangki dituntut 4 tahun di vonis 10 tahun, Djoko Tjandra juga begitu kan," katanya.
"Dan saya berharap tadinya ini (vonis Edhy Prabowo) lebih dari 5 tahun, bisa 10 sampai 15 tahun karena apapun (korupsi) ini dilakukan menteri yang punya kewenangan saat itu," jelas Boyamin.
Boyamin menilai, Edhy mestinya dihukum lebih berat karena tindakannya berbeda dengan klaim bahwa dirinya ingin mensejahterakan kehidupan nelayan.
Dalam pandangan Boyamin, yang diuntungkan terkait ekspor benih benur lobster (BBL) justru Edhy, dan para anak buahnya.
"Berbeda dengan dalihnya untuk mensejahterakan nelayan tapi bersama anak buahnya didakwa mengambil untung dari proses ekspor melalui model monopoli perusahaan pengangkutan dari Indonesia ke luar negeri," ungkapnya.
"Sehingga dari situlah diduga ada uang bancakan oleh oleh orang-orangnya dan juga diduga diberi ajudan staf ahli atau apa, untuk membiayai, mengurusi kebutuhan dari Edhy Prabowo. Di situ saya berharap vonisnya lebih tinggi dari tuntutan," papar Boyamin.
Boyamin berharap Edhy Prabowo mau menerima hukuman dan mengakui kesalahan yang ia perbuat.
"Dia harusnya bertanggung jawab dan merasa gagal sebagai menteri. Minimal karena tidak bisa memastikan kesejahteraan nelayan, karena yang menikmati untung malah eksportir dan oknum pejabat, itukan dia sebagai menteri gagal. Harusnya gentle mengatakan bertanggung jawab, bersalah dan akan menjalani hukuman secara ksatria," tutup Boyamin.
Diketahui majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/7/2021) memvonis Edhy Prabowo 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim menilai Edhy Prabowo terbukti melanggar melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
Edhy dinilai terbukti menerima uang suap terkait pengurusan izin budidaya dan ekspor benih benur lobster (BBL) dari perusahaan eksportir sejumlah total 25,7 miliar.
Majelis hakim juga mengenakkan Edhy pidana pengganti Rp 9,68 miliar dan 77.000 dolar Amerika Serikat.
Hak politik Edhy juga dicabut selama 3 tahun terhitung sejak menyelesaikan pidana pokoknya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/16/15380931/bandingkan-putusan-edhy-prabowo-dengan-pinangki-maki-harusnya-bisa-10-15