Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pukat UGM: Ada 7 Ketentuan dalam UU KPK soal Pemberhentian Komisioner

Kompas.com - 25/06/2021, 18:17 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Senior Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengatakan, ada 3 konteks yang dikenal secara hukum terkait pemberhentian Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu untuk menjawab apakah peran Ketua KPK Firli Bahuri yang memasukkan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) merupakan bentuk pelanggaran dan perbuatan tercela pimpinan KPK.

“Apakah Firli Bahuri bisa diberhentikan dengan kejadian seperti ini? Saya ingatkan ada tiga sebenarnya konteks yang bisa kita kenal secara hukum,” kata Zainal dalam diskusi bertajuk “Menelisik Makna Perbuatan Tercela dan Alasan Hukum Pemberhentian Pimpinan KPK” pada Jumat (25/6/2021).

Tiga konteks tesebut, kata Zainal, yakni pemberhentian langsung, perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan.

 Baca juga: Kepercayaan Publik Pada KPK Rendah, ICW Kembali Desak Firli Bahuri Mengundurkan Diri

Akan tetapi, dalam Pasal 32 Ayat (1) Undang-undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK menyebutkan bahwa pimpinan berhenti atau diberhentikan karena tujuh ketentuan.

Ketentuan tersebut yakni meninggal dunia, berakhir masa jabatannya, melakukan perbuatan tercela, dan menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan.

Kemudian, berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya, mengundurkan diri dan atau dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ini.

“Perlu dilacak dulu, perbuatan tercela itu apa? Kalau kita lihat perbuatan tercela dalam konteks hukum Indonesia itu kebanyakan dilekatkan pada perbuatan asusila,” ucap Zainal.

Akan tetapi, perbuatan tercela juga bisa disematkan kepada pejabat negara misalnya Komisioner KPU atau Anggota DPR yang terlibat narkoba.

“Itu sebenarnya membingungkan ya, tapi memang konteks hukum kita sepemahaman saya berkaitan dengan itu,” papar Zainal.

 Baca juga: Tingkat Kepercayaan dan Jumlah OTT KPK Menurun, Ini Tanggapan Firli Bahuri

Kendati demikian, menurut Zainal, perlu ada keberanian dari Dewan Pengawas KPK melihat dengan jernih peran Firli Bahuri dalam proses TWK pegawai KPK.

Keberanian Dewas itu, kata dia, untuk mengkualifikasi perbuatan misalnya apakah ada kebohongan yang telah dilakukan di bawah sumpah, tidak menjalankan sumpah yang sudah dijanjikan ketika dilantik dan lain-lain sebagainya.

“Apakah Dewas berani melebarkan makna perbuatan tercela itu, dan kalau dia melebarkan lalu dia menjatuhkan sanksi berdasarkan undang-undang bisa masuk kepada proses pemberhentian,” tutur dia.

Sebelum diberitakan, pegawai KPK Tri Artining Putri mengungkapkan awal mula keberadaan tes wawasan kebangsaan.

 Baca juga: Selidiki TWK Pegawai KPK, Komnas HAM Dalami Keterangan Pegawai yang Memenuhi Syarat

Puput, sapaannya menyebut, berdasarkan sumber yang diperoleh, Ketua KPK Firli Bahuri lah yang memasukkan TWK tersebut ke dalam proses alih status pegawai KPK.

Padahal, menurut dia, pada proses-proses tersebut semestinya dilakukan oleh jajaran teknis.

“Diduga kuat dan saya sudah pastikan sumbernya tanggal 25 Januari ini tes wawasan kebangsaan itu keluar dari usulan Ketua KPK bapak Firli Bahuri,” ucap Puput.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com