Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Sebut Ada Perbedaan Keterangan Wakil Ketua KPK dan Staf BKN soal Proses TWK

Kompas.com - 17/06/2021, 17:01 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com Komnas HAM menyebut ada perbedaan keterangan antara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dan para staf Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK).

“BKN sendiri sudah kami periksa, dan kami mendapatkan sesuatu yang agak berbeda antara standing yang diceritakan pada kami oleh KPK maupun oleh BKN. Sehingga ini memang perlu kita dalami lagi,” ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam saat memberikan keterangan, dikutip dari tayangan Kompas TV, Kamis (17/6/2021).

Baca juga: Komnas HAM Beri Kesempatan 4 Pimpinan dan Sekjen KPK Penuhi Pemanggilan hingga Akhir Bulan

Menurut Anam, perbedaan itu terkait dengan alasan substansial dan teknis dalam pelaksanaan TWK. Tes tersebut merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

“Ada yang soal substansial yang ini mempengaruhi secara besar, secara teknis juga ada, jadi kami enggak bisa sebutkan,” imbuh dia.

Selain itu, Komnas HAM berharap empat pimpinan dan sekjen KPK dapat hadir untuk memberikan keterangan.

Anam menuturkan, Ghufron tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan. Sebab, tidak semua pertanyaan terkait dengan pengambilan kebijakan yang sifatnya kolektif kolegial.

“Secara garis besar ada tiga klaster (pertanyaan yang tak bisa dijawab Ghufron). Pertama terkait pengambilan kebijakan di level atas yang itu kita telusuri apakah ini wilayah kolektif kolegial, ternyatan Pak Ghufron tidak tahu,” tuturnya.

Baca juga: Sambangi Komnas HAM, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Jelaskan Proses TWK

Kemudian, Anam mengatakan, Ghufron juga tak bisa menjawab pertanyaan tentang siapa memilih ide pelaksanaan TWK.

“Sangat-sangat berpengaruh soal pemilihan yang mewarnai proses ini semua, itu juga tidak bisa dijawab, intensitas pertemuan itu tidak bisa dijawab karena memang bukan Pak Nurul Ghufron,” kata dia.

“Siapa yang mengeluarkan ide, inisiatif siapa, karena bukan beliau ya beliau tidak bisa menjawab,” ujar Anam.

Polemik TWK bermula sejak hasil tes ini digunakan sebagai dasar pemberhentian 51 pegawai KPK. Sebelumnya, 75 pegawai KPK dinyatakan tak memenuhi syarat atau tak lolos TWK.

Baca juga: Penuhi Panggilan Komnas HAM, KPK Hanya Diwakili Nurul Ghufron

Banyak pihak, mulai dari koalisi masyarakat sipil, akademisi hingga para pegawai yang dinyatakan tak lolos, menunjukan ketidaksetujuannya atas keputusan tersebut.

Pasalnya ditemukan sejumlah kejanggalan dalam proses pengadaan TWK. Misalnya, materi soal yang diberikan menyentuh ranah privat, kebebasan berpikir dan beragama.

Pelaksanaan TWK juga diduga tak memiliki dasar hukum, hingga dugaan bahwa tes itu menjadi alat untuk menyingkirkan sejumlah pegawai yang dinilai memiliki kredibilitas dalam upaya pemberantasan korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RS Polri Buka Posko untuk Identifikasi Jenazah Korban Pesawat Jatuh di BSD

RS Polri Buka Posko untuk Identifikasi Jenazah Korban Pesawat Jatuh di BSD

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com