Sistem politik yang kita anut menutup peluang kemunculan para pemimpin bertalenta unggulan. Lantas kita semua pun abai dengan sebuah pesan manis dari sosok yang memproklamasikan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berikut:
"Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekali pun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Di atas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Hyang Maha Esa.” (Sukarno, 1967).
Pesan mengharukan itu disampaikan Bung Besar saat ia diusir secara paksa oleh penguasa rezim Orde Baru dari Istana Negara. Semua ajudan menangis saat tahu bahwa Bung Karno hendak pergi jauh dari mereka.
"Kenapa Bapak tidak melawan, kenapa dari dulu Bapak tidak melawan..?" salah seorang ajudan separuh berteriak memprotes tindakan diam Bung Karno.
"Kalian tahu apa... Apabila saya melawan nanti pecah perang saudara. Itu jauh lebih sulit. Jikalau perang dengan Belanda jelas hidungnya beda dengan hidung kita. Perang dengan bangsa sendiri tidak, wajahnya sama dengan wajahmu, keluarganya sama dengan keluargamu. Lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang saudara," tegas Bung Karno kepada para ajudannya.
Spirit itulah yang sulit kita jumpai dalam dinamika berbangsa dan bernegara, selama satu dasawarsa ini. Indonesia, sedang membutuhkan manusia yang paripurna.
Dirgahayu, Bung Karno...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.