Masiku merupakan sosok kunci kasus korupsi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia diduga menyuap eks komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta. Aksi ini dilakukan Masiku agar mendapat jatah kursi saat pergantian antar waktu anggota DPR 2019-2024.
Tiba-tiba Masiku hilang dan buron hingga kini. Sementara, Wahyu Setiawan sedang menjalani vonis enam tahun penjara.
Ada juga Kepala Satuan Tugas penyidik KPK Afif Julian Miftah. Afif sedang menyelidiki kasus suap pajak yang diduga melibatkan mantan direktur di Direktorat Jenderal Pajak Angin Prayitno Aji. Angin diduga menerima suap Rp 50 miliar dari para wajib pajak.
Lalu ada nama Deputi Pengawas Internal KPK Herry Muryanto. Ia pun disebut dalam daftar 75 pegawai yang tak lolos tes. Selain kerap menangani kasus pelanggaran pegawai internal di KPK, pada akhir 2018 Herry tercatat pernah menangani dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri yang saat itu menjabat deputi penindakan KPK.
Karena sejumlah nama penyidik senior yang sedang menangani perkara besar tidak lolos, tak sedikit yang kemudian menduga ada sesuatu yang janggal di balik proses ini.
Juru bicara KPK Ali Fikri memberikan pendapatnya secara normatif.
"Tentu kami berkomitmen untuk terus lakukan tugas pokok dan fungsi KPK, sekalipun kami menyadari ada dinamika yang terjadi di dalam proses peralihan pegawai KPK,” jawab Ali menanggapi dilaporkannya sejumlah Pimpinan KPK ke Komnas HAM oleh 75 pegawai yang tak lolos tes, pekan lalu (Selasa, 25/5/2021).
Analis Intelijen yang juga Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Stanislaus Riyanta tidak yakin ada operasi senyap berupa persekongkolan untuk menyingkirkan puluhan pegawai yang dikatakan jadi tulang punggung pemberantasan korupsi di KPK.
“Pertama, apakah dengan tidak adanya para pihak yang dikatakan sebagai tulang punggung ini, pemberantasan korupsi di KPK akan berhenti? Saya kira tidak,” kata Stanis di program AIMAN yang tayang setiap Senin pukul 20.00 wib.
Logikanya, kata dia, operasi senyap tidak mungkin dilakukan melalui tes. Sebab, hasil tesnya bisa dibuka untuk dianalisis.
"Buka saja tesnya, gunakan pihak ketiga yang independen. Semua akan terbukti. Operasi senyap tidak akan mungkin dilakukan pada tes yang punya bukti jelas," kata Stanis.
Saya juga mendapat pernyataan dari perspektif yang berbeda yang disampaikan Direktur Kampaye Antikorupsi KPK nonaktif Giri Suprapdiono. Ia sempat lama menjadi Direktur Gratifikasi yang datanya banyak menjadi rujukan penyidik untuk menjerat para tersangka hingga terpidana kasus korupsi di KPK.
Giri menjelaskan bahwa hanya ada 3 dari 30 ruangan yang digunakan. Nama-nama yang tidak lolos berasal dari 3 ruangan yang digunakan saat TWK.
Giri juga mengungkapkan secara eksklusif kepada AIMAN bahwa selama tes semua perlengkapan dititipkan di tempat khusus. Peserta tes hanya boleh membawa pensil
"Apakah penggunaan pensil itu ada tujuan tertentu, misalnya untuk mengubah jawaban jika sewaktu-waktu dibuka ke publik?" ujar Giri.
Pro-kontra masih terus berlangsung. Menarik untuk terus mencermati dinamika selanjutnya di lembaga antirasuah negeri ini.
Menarik pula untuk terus menempatkan isu ini dengan sentuhan hati nurani. Tentu saja dengan catatan bahwa korupsi masih dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan yang luar biasa di negeri ini.
Jika tidak, selamat tinggal!
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.