Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR Pertanyakan Keaslian Dokumen Bebas Covid-19 WNA yang Masuk Indonesia

Kompas.com - 07/05/2021, 13:18 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo meminta pemerintah lebih hati-hati dalam memeriksa keaslian dokumentasi perizinan masuknya warga negara asing (WNA) ke Indonesia.

Rahmad menanggapi kasus 49 warga negara (WN) India yang masuk Indonesia terkonfirmasi positif Covid-19.

Terlebih, satu di antaranya tertular varian baru mutasi ganda B.1.617.

"Saya kira itu harus menjadi pelajaran kita bersama, apakah surat itu tidak valid dari sisi surat bebas sakit. Kemudian setelah sampai di Indonesia ternyata ditemukan positif, itu harusnya menjadi perhatian kita bersama, perhatian dari pemerintah," kata Rahmad saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/5/2021).

Baca juga: Pemerintah Diminta Jelaskan ke Publik Terkait WNA Masuk di Tengah Larangan Mudik

Rahmad menduga, surat bebas sakit atau bebas Covid-19 yang dibawa oleh WN India terkonfirmasi positif itu justru tidak valid.

Padahal, surat bebas Covid-19 itu menjadi salah satu persyaratan dalam perizinan WNA masuk Indonesia.

Menurut dia, hal ini yang kemudian menimbulkan pertanyaan publik mengapa WN India justru diperbolehkan masuk di tengah larangan mudik.

"Bagaimana kok surat yang dibawa mereka itu ternyata tidak valid. Ternyata setelah dicek di Indonesia menjadi positif. Nah, ini menjadi pertanyaan publik juga, jangan sampai surat-surat yang dibawa entah itu diplomatik atau dari luar negeri yang diizinkan masuk ke kita itu membuat kita kebobolan bahwa ternyata mereka membawa virus," papar dia.

Oleh karena itu, Rahmad menilai, perlu penjelasan dari pemerintah secara gamblang agar tidak menimbulkan satu pro dan kontra yang tidak perlu.

Baca juga: Soal Batas Waktu WNA dari India Dilarang Masuk Indonesia, Ini Penjelasan Satgas Covid-19

Sebab, menurut dia, seharusnya pemerintah dan masyarakat saat ini fokus pada penanganan dan perlawanan terhadap virus corona.

"Paling penting adalah penjelasan secara resmi dan lebih gamblang, sehingga tidak memunculkan pro dan kontra yang tidak produktif sehingga mengganggu dari kebersamaan kita melawan pandemi," kata dia. 

Namun, lebih dari itu, Rahmad menegaskan bahwa pemerintah seharusnya memberi sanksi serius terhadap negara India dengan adanya kejadian ini.

Menurut dia, pemerintah perlu memberikan sanksi selama beberapa waktu agar tak memperbolehkan WN India masuk akibat terkonfirmasi positif Covid-19.

"Jangan sampai itu terulang kembali. Itu harus bagaimana, apakah itu sanksi untuk sekian lama tidak boleh masuk, karena memang ternyata dinyatakan positif setelah dinyatakan membawa surat sehat gitu ya. Nah, kan itu wewenang kita," kata dia. 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyebut, satu orang warga negara India yang masuk ke Indonesia terkonfirmasi positif Covid-19 karena tertular varian baru mutasi ganda B.1.617.

Baca juga: Varian Virus Corona dari India Sudah Masuk Tangsel, Seperti Apa Bahayanya?

Satu orang tersebut termasuk ke dalam 49 warga negara India yang saat ini terkonfirmasi positif Covid-19.

Nadia mengatakan, identifikasi varian virus corona yang menjangkiti satu warga India itu diketahui setelah proses pemeriksaan sampel dan whole genome sequencing.

"Baru satu saja yang diketahui (hasilnya). Yang kemarin (WNA yang tarpapar B.1.617)," ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (6/5/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com