Namun, sayangnya nasib sebagian besar petani atau petani tambak maupun nelayan masih belum masuk di level sejahtera.
Terlebih, biaya tinggi dan manajemen penghasilan yang tak seberapa, membuat banyak petani kelimpungan.
Ada sejumlah masalah yang mengintai pertanian di saat krisis pandemi Covid-19. Pertama, lahan sawah kian menyusut.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, luas lahan baku sawah menurun dari 8,1 juta hektar (ha) pada 2015 menjadi 7,5 juta ha empat tahun setelahnya pada 2019.
Baca juga: Kementan Sebut Produksi Pangan Terkendali
Masalah kedua, upah sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan turun 5,95 persen akibat pandemi Covid-19. Dari seluruh lapangan usaha, sektor ini turun menempati posisi kedelapan.
Rata-rata upah pekerja di sektor tersebut sebesar Rp 1.907.188 per bulan atau kedua terendah dari 12 lapangan pekerjaan utama yang ada.
Artinya, sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan belum mampu sepenuhnya menjadi bantalan ekonomi dalam masa resesi.
Minimnya kesejahteraan petani di kala pandemi juga tergambar dari nilai tukar petani (NTP) yang sempat menyentuh titik terendah pada Mei 2020, yakni 99,47.
Baca juga: Peduli Kesejahteraan Petani, Kementan Bentuk Tim Terpadu Gerakan Serap Gabah
Penyebabnya adalah penurunan indeks harga yang diterima petani (IT) lebih besar dari harga yang dibayar petani (IB).
Rinciannya, IT menurun 0,86 persen dan IB turun 0,01 persen. Petani terbilang sejahtera bila NTP menyentuh 100.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.