Dalam persidangan jaksa menuntut dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Rahmat dan Rony dengan hukuman satu tahun penjara.
Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram penyidik senior KPK itu.
Sementara itu, Rony dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.
Baca juga: Dewas KPK Pelajari Aduan terhadap Novel Baswedan
Mendengar tuntutan tersebut, Novel Baswedan menilai ada yang janggal dalam persidangan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya itu.
Menurut Novel, salah satu kejanggalan yang terlihat yakni adanya upaya penggiringan opini bahwa air yang digunakan pelaku untuk menyiram bukan air keras.
Selain itu Novel merasa tak yakin bahwa kedua polisi tersebut pelaku tunggal dari kasus penyiraman air keras yang menimpa dirinya. Ia meyakini ada dalang dari kasus penyiraman tersebut yang belum ditangkap.
Meski demikian persidangan terus berlanjut dan kedua pelaku yakni Rahmat dan Ronny masing-masing divonis dua tahun dan 1,5 tahun penjara.
Selama empat tahun kasus penyiraman Novel berlangsung namun dalang atau aktor intelektualnya belum terungkap.
Baca juga: Deputi Penindakan KPK: Novel Baswedan Anggota Saya, Apa Pun yang Terjadi Saya Wajib Bantu
Karena itu Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap menuntut agar polisi segera menangkap pelaku intelektual atas penyerangan yang terhadap Novel.
Selain itu, kata Yudi, pengadilan terhadap dua pelaku penyiraman tidak menjawab temuan tim Komnas HAM yang menyebut serangan terhadap novel terorganisasi dan sistematis.
"Wadah Pegawai KPK tetap menyatakan bahwa Presiden sebagai Kepala Negara harus memiliki komitmen untuk mengungkap kasus ini secara tuntas," kata Yudi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (11/4/2021).
Yudi menduga ada abuse of process dalam proses penyidikan sehingga kasus Novel belum menunjukkan titik terang.
Selain itu juga, belum ada pemberhentian secara tidak hormat terhadap aparat aktif yang menyerang Novel.
Baca juga: Polisi akan Pelajari Laporan Dugaan Provokasi dan Hoax terhadap Novel Baswedan
Yudi mengatakan, kegagalan pengungkapan kasus Novel secara tuntas membuat pelaku intelektual masih bebas. Menurut Yudi, hal ini akan menjadi ancaman terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Kasus ini bukanlah kasus pribadi terhadap Novel Baswedan tetapi merupakan serangan nyata terhadap KPK yang sedang menjalankan fungsinya," ucap Yudi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.