JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dinilai belum tuntas. Novel menjadi korban penyiraman air keras yang terjadi pada April 2017.
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap mengatakan, pelaku intelektual atas penyerangan yang terjadi empat tahun lalu itu belum terungkap.
Selain itu, kata Yudi, pengadilan terhadap dua pelaku penyiraman tidak menjawab temuan tim Komnas HAM yang menyebut serangan terhadap novel terorganisasi dan sistematis.
"Wadah Pegawai KPK tetap menyatakan bahwa Presiden sebagai Kepala Negara harus memiliki komitmen untuk mengungkap kasus ini secara tuntas," kata Yudi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (11/4/2021).
Baca juga: Novel Baswedan Berharap Kapolri Baru Bisa Usut Lebih Jauh Kasus Penyiraman Kepadanya
Yudi menduga ada abuse of process dalam proses penyidikan sehingga kasus Novel belum menunjukkan titik terang.
Selain itu juga, belum ada pemberhentian secara tidak hormat terhadap aparat aktif yang menyerang novel.
Yudi mengatakan, kegagalan pengungkapan kasus Novel secara tuntas membuat pelaku intelektual masih bebas.
Menurut Yudi, hal ini akan menjadi ancaman terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Kasus ini bukanlah kasus pribadi terhadap Novel Baswedan tetapi merupakan serangan nyata terhadap KPK yang sedang menjalankan fungsinya," ucap Yudi.
Baca juga: Novel Baswedan Harap Kasusnya Bisa Diusut Lebih Jauh, Ini Kata Polri
Oleh sebab itu, kata Yudi, WP KPK tetap menuntut penuntasan kasus Novel dan meminta Presiden Joko Widodo bertanggung jawab untuk menuntaskannya.
"Kami menolak untuk abai dan lupa, terlebih, berbagai sejarah panjang kasus serangan terhadap pegawai, pimpinan dan infrastruktur KPK yang telah terjadi sampai saat ini masih belum menemukan titik terang," ujarnya.
Adapun dua polisi yang menjadi pelaku penyiraman air keras telah dijatuhi vonis pada 25 Juni 2020. Rahmat Kadir Mahulette divonis dua tahun penjara.
Pelaku lainnya, Ronny Bugis, dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara.
Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni satu tahun penjara.
Baca juga: Profil Kapolda Banten, Mantan Ketua Tim Pengacara Penyerang Novel Baswedan
Jaksa menilai Rahmat terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram penyidik senior KPK itu.
Sementara, Rony dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.
Menurut Jaksa, Rahmat dan Ronny menyerang Novel karena tidak tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
"Seperti kacang (lupa) pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ujar jaksa, dikutip dari Antara.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.