Dalam surat itu terlampir seruan mogok bagi para buruh. SBSI menyerukan kepada anggotanya untuk mogok bersama pada 11 Februari 1994.
Aksi tersebut dilakukan di tempat kerja masing-masing selama satu jam, dari pukul 08.00 hingga pukul 09.00.
Cara ini dipakai Muchtar untuk memprotes kebijaksanaan Menteri Tenaga Kerja.
“Ya satu jam cukup. Kita enggak mau buat ribut. Satu jam sudah cukup. Dari situ kita tahu, mana yang benar, mana yang kurang benar,” ujar Muchtar, dikutip dari arsip Harian Kompas, 3 Februari 1994.
Dalam surat tersebut, Muchtar mengajukan sejumlah tuntutan, antara lain, meminta pemerintah membuka keran kebebasan berserikat bagi buruh dan kenaikan upah minimum atas ukuran dasar hidup layak saat itu.
Baca juga: Saat Muchtar Pakpahan Munculkan Wacana Ganti Sistem Politik di Era Orde Baru
Muchtar mengatakan, pada 4 Januari 1994, Menaker menerbitkan keputusan yang isinya memberi kebebasan buruh berserikat di luar SPSI serta mengurangi campur tangan militer dalam konflik perburuhan.
Namun, 17 Januari 1994, Menaker kembali mengeluarkan peraturan.
“Meski tidak disebut eksplisit, menyatakan, SPSI merupakan satu- satunya organisasi buruh,” kata Muchtar.
Terkait upah buruh layak, kata Muchtar, SBSI sudah mengampanyekan hal itu sejak lama.
Melalui Fraksi PDI, akhirnya dalam GBHN tercantum perlunya kebebasan berserikat dan upah buruh layak.
Akan tetapi, pemerintah ketika itu masih memakai acuan kebutuhan fisik minimum (KFM).
Baca juga: Profil Mendiang Muchtar Pakpahan, Tokoh Buruh yang Kerap Dipenjara di Era Soeharto
Muchtar menilai, pemerintah telah bersikap arogan. SBSI beberapa kali minta bertemu Menaker untuk memberi masukan, tetapi tidak ditanggapi.
“Kita mau nyumbang pikiran, ngasih masukan, tetapi enggak ditanggapi. Kita enggak pernah diajak dialog, enggak dikasih waktu. Ya inilah jalan yang kita pakai,” tutur dia.
Selain Ketua Umum SBSI, Muchtar pernah menjabat sebagai anggota Governing Body ILO mewakili Asia dan Vice President World Confederation of Labor, ILO.
Pada 2003, ia meninggalkan serikat buruh dan mendirikan Partai Buruh Sosial Demokrat.
Kemudian, pada 2010, Muchtar memilih fokus di kantor pengacara Muchtar Pakpahan Associates dan mengajar di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI).
Baca juga: Muchtar Pakpahan di Mata Kerabat, Konsisten Perjuangkan Hak Buruh dan Rakyat Kecil
Hingga beberapa tahun terakhir, Muchtar masih aktif membela hak-hak buruh, salah satunya dengan terlibat dalam aksi penolakan terhadap omnibus law UU Cipta Kerja.
Kini, pejuang hak buruh itu telah berpulang. Muchtar tutup usia pada 21 Maret 2021 karena penyakit kanker, di Rumah Sakit Siloam Semanggi, Jakarta, sekitar pukul 22.30 WIB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.