JAKARTA, KOMPAS.com – Kisruh kepemimpinan partai politik tidak hanya terjadi pada Partai Demokrat. Sejumlah partai tercatat pernah mengalami persoalan yang sama, antara lain PDI-P, Golkar, PKB dan PPP.
Permasalahan soliditas di internal partai bermula dari isu perpecahan. Kemudian berujung pada pergantian kepengurusan atau pendirian parpol baru oleh tokoh atau faksi yang tak lagi satu visi.
Selain faktor internal, terdapat pula penyebab eksternal yang menimbulkan kisruh kepemimpinan partai politik.
Baca juga: Kubu Kontra-AHY Telah Serahkan Kepengurusan Hasil KLB ke Kemenkumham
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, ada enam faktor ekternal yang kerap menjadi penyebab perpecahan partai politik di Indonesia.
Pertama, berjaraknya parpol dengan para pemilih. Merujuk pada temuan berbagai lembaga survei, derajat kedekatan warga dengan partai menurun.
“Kalau di 2010 angka party-identification kita di angka 10 persen. Berdasarkan hasil survei berbagai lembaga, ada kecenderungan semakin kesini tingkat party-identification kita makin melemah. Tingkat party-identification kita hari ini, secara umum tidak lebih dari 8 persen,” ujar Ray dalam diskusi virtual bertajuk Konflik Demokrat, Rapuhnya Partai Indonesia, Jumat (19/3/2021).
Fenomena ini kemudian menimbulkan faktor yang kedua, yakni tidak ada penghormatan dari masyarakat pada aktivitas parpol.
Dampaknya, masyarakat tidak peduli jika ada konflik kekuasaan di partai politik.
“Kecuali kasus Demokrat yang terakhir ini ya, saya lihat reaksi publik cenderung meningkat. Tapi secara umum keterbelahan parpol enggak akan sampai mengakibatkan masyarakat merasa perlu memperbincangkannya,” tutur dia.
Baca juga: Manuver Moeldoko: Anomali Politik dan Masalah Etika Berdemokrasi
Menurut Ray, faktor pertama dan kedua ini kemudian berakibat pada munculnya faktor ketiga, yaitu seretnya dana parpol.
Di saat masyarakat tidak merasa memiliki identifikasi kuat pada partai dan merasa tak acuh pada permasalahan yang terjadi, maka secara bersamaan, partai politik tidak memiliki cukup kas untuk menjalankan aktivitas.
“Sebetulnya partai politik kita kalau dilihat dari aspek pendanaan betul-betul mengharapkan adanya partisipasi masyarakat, tapi itu tidak muncul,” ungkap Ray.
Akibat tersendatnya dana parpol, maka muncul faktor keempat, ketergantungan parpol pada pemilik modal.
Para pemilik modal ini kemudian bisa menjadi figur yang ikut campur dalam aktivitas dan kegiatan politik parpol.
Baca juga: Moeldoko Satu-satunya Pejabat Terpilih Ketum Partai Tanpa Jadi Kader
Faktor kelima adalah tidak ada pembeda yang cukup signifikan antara visi dan misi satu partai dengan yang lainnya.