JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno membantah tudingan yang menyebut bahwa penolakan pemerintah terhadap revisi UU Pemilu dan UU Pilkada bertujuan untuk menghalangi langkah politik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Ia menyebut, sikap pemerintah ini sama sekali tak berkaitan dengan Anies.
"Nggak ada hubungannya lah itu, sama sekali nggak ada hubungannya," kata Pratikno melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (16/2/2021).
Pratikno mengatakan, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dibentuk pada 2016 lalu. Kala itu, Anies masih duduk di kursi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca juga: Jika Pilkada 2024, Anies Akan Kehilangan Momentum atau Dirindukan?
Dalam UU Pilkada diamanatkan bahwa Pilkada digelar secara serentak di seluruh daerah pada tahun 2024 bersamaan dengan Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif.
Menurut Pratikno, aturan itu dibuat tanpa maksud menghambat langkah politik pihak tertentu.
"Justru jangan dibalik-balik juga, jangan UU mau diubah untuk tujuan tertentu," ujarnya.
Pratikno juga menyebut bahwa sikap pemerintah terhadap UU Pemilu dan Pilkada tak berkaitan dengan rencana politik putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
Saat UU Pilkada dibuat, Gibran tengah mengembangkan bisnisnya dan belum punya rencana terjun ke politik.
"Mungkin nggak kebayang juga kan maju Wali Kota pada waktu itu," kata Pratikno.
Baca juga: Ditanya soal Pilkada DKI, Anies: Kami Urus Covid-19 Dulu
Pratikno mengaku, penolakan pemerintah terhadap rencana revisi UU Pemilu dan Pilkada semata-mata karena tak ingin undang-undang direvisi dengan begitu mudah.
UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu baru digunakan sekali di Pemilu 2019 dan dinilai sukses.
Sementara, UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengamanatkan agar Pilkada digelar serentak tahun 2024 belum diimplementasikan hingga saat ini.
Pratikno pun meminta agar publik tak mengaitkan sikap pemerintah ini dengan langkah politik pihak tertentu.
"Jadi sekali lagi itu jangan dihubung-hubungkan dengan itu semua sama sekali," katanya.
Baca juga: Mensesneg: Tolong Jangan Dibalik, Seakan Pemerintah Ingin Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada
Sebelumnya, Pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, Pilkada serentak 2024 bisa membuat calon presiden potensial dari kepala daerah kehilangan momentum. Sebab, Pilkada di tahun tersebut akan berbarengan dengan pemilihan presiden.
Sementara, sejumlah nama yang belakangan masuk bursa calon presiden, seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyelesaikan masa jabatannya pada 2022 dan 2023.
"Anggap Anies 2022 selesai, lalu baru dilaksanakan pilkada serentak 2024, itu momentumnya akan susah lagi didapat. Kalau momentum susah didapat, maka karier politik akan sulit dikejarnya," kata Hendri saat dihubungi, Jumat (29/1/2021).
Baca juga: Mensesneg: Pemerintah Tidak Ingin UU Pemilu dan UU Pilkada Direvisi
Adapun waktu pelaksanaan UU Pilkada masih jadi perdebatan hingga saat ini.
Sembilan fraksi di DPR terbelah. Sebagian fraksi ingin Pilkada dilaksanakan sesuai amanat Pasal 201 Ayat (8) UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, yakni November 2024.
Sementara, sebagian fraksi lainnya mendorong agar pelaksanaan Pilkada sesuai ketentuan dalam draf revisi UU Pemilu Pasal 731 Ayat (2) dan (3), yaitu pada 2022 dan 2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.