Besaran ambang batas bagi partai politik untuk mencalonkan presiden-wakil presiden yakni 20 persen dari jumlah kursi di parlemen atau 25 persen dari jumlah suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
Klaim kepentingan rakyat
Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat mengatakan, pilkada serentak lebih baik dilaksanakan di 2024, karena berisiko apabila dipaksakan pada 2022 dan 2023.
"Kita tidak berpikir yang sifatnya pragmatis dan kemudian ambisinya pada kekuasaan. Tidak semata-mata itu. Kita semata-mata untuk bagaimana bangsa ini sekarang fokus mengatasi pandemi dan pemulihan ekonomi," kata Djarot, dalam acara Aiman di Kompas TV, Senin (1/2/2021) malam.
Baca juga: Saat PAN dan PPP Tolak Revisi UU Pemilu...
Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga menolak revisi Undang-Undang Pemilu.
PPP beralasan bahwa UU Pemilu yang diubah dalam waktu relatif cepat akan membuat tidak ada waktu untuk mematangkan demokrasi.
Sedangkan Ketua Umum PAN Zulfikli Hasan menyebut bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini masih sangat baru, yaitu secara formal diterapkan dalam kurun waktu 4-5 tahun terakhir.
"PAN berpendapat bahwa UU tersebut belum saatnya direvisi," kata Zulfikli Hasan dalam keterangan tertulis, Senin (25/1/2021).
Sarat kepentingan parpol
Polemik seputar RUU Pemilu dinilai terlalu berkutat pada ambisi kepentingan politik praktis dan kalkulasi parpol dalam menghadapi kontestasi Pemilu 2024.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agusyati menyebut kemungkinan partai yang bersikeras melaksanakan Pilkada Serentak 2024 memiliki kepentingan tersendiri.
Khoirunnisa juga menyebut terdapat inkonsistensi sikap dari partai yang menolak Pilkada pada 2022 dengan alasan Indonesia masih menghadapi pandemi virus corona. Padahal, Pilkada 2020 tetap diadakan.
"Kami melihat ada ketidakkonsistenan di sini," ujarnya, Rabu (3/3/2021).
Baca juga: Perludem: Pembahasan RUU Pemilu Relevan dan Penting Dilakukan
Hal senada diungkapkan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra. Ia menilai alasan parpol tentang keselamatan rakyat untuk menolak Pilkada 2020 dan 2023 hanya gimik.
"Kepentingan rakyat, keselamatan rakyat hanya sekadar jargon, lips service dan gimmick dari partai politik dan elite parpol. Maupun pejabat tinggi yang diusung parpol dalam pemilu," kata Azyumardi kepada Kompas.com, Rabu (3/3/2021).