Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Megawati Soekarnoputri, Sebuah Keajaiban Politik Kontemporer

Kompas.com - 09/01/2021, 14:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEGAWATI Soekarnoputri (Presiden RI ke-5, 2001-2004) adalah sebuah “keajaiban” politik kontemporer Indonesia. Tapi, “keajaiban” itu sulit sekali menular ke orang lain yang diperkirakan jadi penerusnya. Ini sebuah misteri alam semesta yang metafisis.

Pada 1999 Hamzah Haz (Wakil Presiden RI 2001-2004) mengatakan, haram hukumnya seorang perempuan jadi presiden di sebuah negara seperti di Indonesia. Tapi ternyata, dua tahun kemudian Hamzah Haz sendiri mau menjadi wakil presidennya Megawati.

Apa yang dikatakan Hamza Haz ini disampaikan pengamat politik (waktu itu atau tahun 2012) Ikrar Nusa Bhakti, dalam tulisannya berjudul Jujur dan Konsisten.

Artikel ini menjadi salah satu tulisan dalam buku Megawati Anak Putra Sang Fajar, diterbitkan Penerbit PT Gramedia Pustakan Utama, Jakarta, tahun 2012.

Dalam buku yang sama Hamzah Haz mengatakan, ”Saya yakin Megawati dapat memimpin negara ini dan saya merasa bahwa ini adalah takdir Tuhan yang harus dijalani.” (Halaman 209)

Mari kita buka-buka buku terbitan 2012 itu. Buku ini antara lain memuat 50 orang penulis. Mereka adalah para tokoh negeri ini. Dari buku ini kita bisa melihat sosok Megawati lewat komentar para tokoh Indonesia sembilan tahun lalu.

Menurut Hamzah Haz, Megawati adalah perempuan pemimpin yang sangat sulit dicari tandingannya.

“Tidak ada tokoh yang mempunyai pengalaman seperti Megawati. Megawati bisa dikatakan termasuk dalam jajaran perempuan pemimpin tokoh dunia. Megawati memiliki kharisma lebih dari Benazir Bhutto,” ujar Hamzah Haz.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Ikrar Nusa Bhakti dan mantan Wapres Jusuf Kalla.

Jokowi: Sayang terlalu singkat

Ketika masih menjabat walikota Solo, tahun 2012, Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi (sekarang presiden RI ke-7, dalam periode kedua masa jabatannya), antara lain mengatakan, “Terus terang saya bangga tercatat sebagai salah satu kader PDI Perjuangan.”

“Kepemimpinan Megawati di PDI Perjuangan sungguh luar biasa. Pada 1999, PDI Perjuangan memenangkan pemilu. Waktu itu pemilihan presiden masih dilakukan secara tidak langsung, yakni melalui MPR. Logikanya, sebagai ketua umum partai pemenang seharusnya Ibu Mega menjadi presiden, tetapi lantaran, ‘permainan‘ politik di MPR, beliau hanya terpilih menjadi wakil presiden,” demikian kata Jokowi.

“Saat itu sempat muncul gelombang ketidakpuasan di kalangan konstituen PDI Perjuangan di berbagai daerah, termasuk di Solo. Baru setelah Presiden Gus Dur diturunkan oleh MPR, Ibu Mega dapat menduduki kursi RI-1,” lanjut Jokowi.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri) dan calon presiden Joko Widodo (kanan) saat menghadiri acara serial Seminar Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, di Kampus UI Salemba, Jakarta, Sabtu (30/11/2013). Seminar yang mengambil tema Indonesia Menjawab Tantangan Kepemimpinan Menuju Bangsa Pemenang tersebut sebelumnya juga menghadirkan sejumlah tokoh seperti Prabowo Subianto, Dahlan Iskan, Gita Wirjawan, Wiranto, Mahfud MD dan Abraham Samad. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri) dan calon presiden Joko Widodo (kanan) saat menghadiri acara serial Seminar Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, di Kampus UI Salemba, Jakarta, Sabtu (30/11/2013). Seminar yang mengambil tema Indonesia Menjawab Tantangan Kepemimpinan Menuju Bangsa Pemenang tersebut sebelumnya juga menghadirkan sejumlah tokoh seperti Prabowo Subianto, Dahlan Iskan, Gita Wirjawan, Wiranto, Mahfud MD dan Abraham Samad.

“Ekonomi kerakyatan dan kebijakan yang prorakyat, menurut saya, adalah kekuatan dalam masa kepemimpinan Ibu Mega. Sayang, waktu terlalu singkat. Ada indikasi kondisi mulai membaik, tetapi ketika hasilnya belum terlihat utuh sudah dirombak habis oleh kebijakan pemimpin selanjutnya yang boleh dibilang bertolak belakang,” kata Jokowi.

Komentar Jokowi delapan tahun setelah Megawati lepas dari kursi presiden ini muncul dalam ingatan ketika saya duduk di kampus Universitas Pajajaran Bandung (UNPAD), Rabu 25 Mei 2016. Ketika itu Megawati menerima gelar doktor kehormatan bidang politik dan pemerintahan dari universitas tersebut.

Dalam pidatonya, Ketua Tim Promotor Prof Dr H Obsatar Sinaga Msi antara lain mengatakan, “Menariknya meski sudah tidak menjabat presiden, Megawati masih bisa menentukan siapa presiden berikutnya, “ kata Obsatar yang disambut gelak tawa hadirin saat itu.

Peristiwa besar sejarah

Ketua Umum PP Muhammadiyah 1998-2005 Ahmad (Buya) Syafii Maarif mengatakan, munculnya Megawati dalam politik di Indonesia, kemudian jadi ketua umum PDI Perjuangan, Wakil Presiden dan Presiden RI ke-5 (2001-2004), merupakan kejutan dan peristiwa besar sejarah Indonesia dan dunia.

Padahal, pertengahan 1999 Ahmad (Buya) Syafii Maarif mengatakan, dirinya dan banyak orang menyangsikan Megawati mampu jadi presiden negeri besar ini.

Dengan jadi presiden, kata Buya Syafii Maarif, Mega melemahkan penentangan para ulama terhadap aksioma bahwa orang perempuan tidak pantas jadi pemimpin formal di negeri ini. Ini juga membuka jalan kaum perempuan untuk menjadi pemimpin formal.

Namun Hamzah Haz mengatakan, ketokohan Megawati belum dapat diikuti perempuan-perempuan lain di Indonesia. Boleh dikata, banyak perempuan Indonesia yang sangat cerdas, menjadi ilmuwan, tetapi untuk menjadi pemimpin seperti Mega tidaklah mudah.

“Mereka harus punya ketahanan mental tinggi menghadapi guncangan-guncangan yang kasar dan kejam di dunia politik,” ujar Hamzah Haz.

Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (10/1/2020).Dokumen PDI-P Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (10/1/2020).

Wakil Presiden (2004-2009 dan 2014-2019) Muhammad Jusuf Kalla mengatakan, setelah Mega jadi pemimpin partai besar dan kemudian jadi presiden, muncul pertanyaan, ”Kapan lagi kita mempunyai perempuan Presiden ?”

JK menjawab sendiri, ”Menurut saya, tidak bisa diprediksi.”

JK mencatat, “Bila Ibu Mega ingin puterinya, Puan Maharani, terjun ke dunia politik, itu biasa saja dan normal.”

Perkataan ini mengingatkan saya pada ucapan JK setelah Megawati menetapkan Jokowi menjadi calon presiden dari PDI Perjuangan pada 2014. “Ini adalah kebesaran jiwa Ibu Mega,” ucap JK beberapa kali.

Menurut JK, Megawati bukan hanya ketua umum PDI Perjuangan tapi juga pendiri dari partai PDI Perjuangan (ingat dengan tambahan kata “perjuangan”). Itu yang membuat sulit dicari pegantinya sebagai ketua umum PDI Perjuangan.

“Jangan disamakan dengan ketua umum yang lain. Beliau unik, khusus. Bisa saja ada yang pintar secara intelektualitas, tetapi belum tentu se-inspiring dan berwibawa seperti beliau,” ujar JK pada 2012.

PDI Perjuangan dan Puan

JK juga mencatat, pada 1999, Mega tidak bisa jadi presiden, walaupun partainya menang dan meraih suara tertinggi dalam sejarah pemilu masa reformasi di Indonesia, yaitu 33,74 persen.

“Sebabnya sederhana atau bisa dikatakan salah satu saja, kurang lobi......Saya menganggap, orang sekeliling beliau yang salah, termasuk tim suksesnya (atau relawannya),” kata JK.

Namun JK mengetengahkan, selama tiga tahun pemerintahan Megawati, tidak ada gonjang-ganjing politik yang berarti di kabinet. Tidak ada isu-isu korupsi seperti presiden sebelumnya dan sesudahnya. Menurut JK, Mega jeli memilih pembantunya di kabinet.

Mengenai kekalahan Mega dalam pemilihan presiden secara langsung 2014, kata pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti (pada 2017 ia dilantik jadi Dubes di Tunisia), ada beberapa hal penyebabnya.

Pertama, Mega terlalu jujur, tidak menggunakan kekuasaanya untuk menggalang dana. “Kedua, memang performance orang-orang PDI Perjuangan tidak menyakinkan, khususnya di parlemen pusat dan daerah,” ujarnya. Tapi, ia menunjukkan, dalam pemerintahan Mega, para pembantunya cukup lumayan.

Soal performance anggota PDI Perjuangan di parlemen yang buruk juga nampak pada 2014, ketika muncul olok-olok “salam gigit” jari.

Hamzah Haz, Jakob Oetama (pendiri Kompas Gramedia) dan Indiana Ngenget (doktor politik lulusan Universitas Indonesia), mengatakan, bagaimana pun PDI Perjuangan dan Megawati adalah penjaga multikulturalisme dan cita-cita UUD 1945.

“Mega dan PDI Perjuangan adalah garda terdepan menghadapi agenda-agenda tersembunyi sejumlah kelompok yang berupaya menggantikan ideologi Pancasila,” ujar Indiana Ngenget yang tinggal di Bogor.

Menteri Koordinator Perekonomian Kabinet Gotong Royong (2001-2004), Prof Emiritus Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mengatakan, masa Mega jadi presiden, banyak unjuk rasa, tapi banyak proyek-proyek berjalan kembali, seperti JORR, tol Cipularang, lapangan terbang Ambon, jembatan Suramadu, Tangkengon Aceh, dan pipa-pipa gas Batam selesai.

“Banyak banget proyek selesai, tapi memang beliau tidak banyak bicara. Mega tidak punya televisi (stasiun televisi). Swasembada beras tercapai, inflasi berhasil ditekan, nilai rupiah bagus dan hutang pun menurun drastis. Banyak sekali perbaikan ekonomi dicapai dan pemilu berlangsung baik. Saya bangga ikut dalam periode Mega,” kata Dorodjatun yang lahir di Rangkasbitung, Banten, 25 November 1939.

Almarhum Jakob Oetama mengatakan, selama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014), Megawati dan PDI Perjuangan mengambil posisi teguh sebagai oposisi, paling tidak berada di luar pemerintahan.

“Posisi ini diperlukan dalam demokrasi,” ujar Jakob.

Mungkin, ini menurut saya, pemerintahan SBY selama 10 tahun bisa berjalan dengan lumayan karena ada “oposisi”, ada kritik dan pengawasan obyektif.

Ketua DPR Puan Maharani dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020).Dokumen DPR RI Ketua DPR Puan Maharani dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020).

Kembali soal Puan Maharani, puteri Megawati yang kini menjadi Ketua DPR. Pada 2012, Puan mengatakan, Megawati telah menyediakan perahu dan para awaknya untuk mengarungi dunia politik. Tapi Puan merasa dibiarkan berlayar bersama para awaknya (halaman 308).

Pengusaha Sukamdani Sahid Gitosardjono (wafat pada 2017) mengatakan (ini pada 2012), Puan sudah pantas memegang jabatan penting, antara lain menteri atau Ketua DPR, bahkan sebagai wakil presiden.

“Mengapa tidak? Tapi perlu diberi tantangan sebagai medan pembelajaran. Masih cukup waktu ke depan,” kata Sukamdani.

De Kemalawati, perempuan guru dari Aceh dan anggota Dewan Pakar di Dewan Kesenian Aceh tahun 2012 mengatakan dia, melihat Puan dan Yenny Wahid sedang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin Indonesia.

Ikrar Nusa Bhakti juga menyampaikan bahwa ia pernah bicara soal kepemimpinan nomor satu di PDI Perjuangan dengan Puan Maharani. Menurut Ikrar, Puan harus berkeringat dulu, tidak sekadar mendompleng Mega.

Dengan ucapan itu Ikrar mengaku mendapat kritik dari para pendukung Puan. Puan sebagai perempuan pemimpin di masa depan juga harus benar-benar terukur dan terarah.

Menurut saya, Puan masih harus banyak mengalami dan menyeruak melewati berbagai rintangan dunia politik yang kejam, termasuk bila sedang dituduh melakukan dan mengeluarkan pernyataan “salah”.

Kapan harus diam, bicara dan bertindak. Masih perlu juga ada faktor X atau hal hal yang metafisis (misteri alam).

Indiana Ngenget, doktor politik lulusan UI yang sedang meneliti politik kerajaan Sunda (Pajajaran atau Siliwangi) mengatakan, sosok Megawati tak tergantikan bahkan oleh Puan.

Menurutnya, setiap politisi besar muncul dengan karakteristik khusus menurut zamannya. “Ia lahir sesuai dengan pulungnya (anugerah atau kelebihan-kelebihan pemberian Allah SWT),“ kata Indiana.

Ketika saya mau bicara soal ini lewat pesan WhatsApp (WA), Puan menjawab dengan tawa, ”Hehehehehehe.” Mungkin Puan sedang diam.

Demikian tulisan ini menyambut ulang tahun Megawati (lahir di Yogyakarta, Kamis malam Jumat 23 Januari 1947) dan PDI Perjuangan ke 48 (lahir sebagai PDI tanggal 10 Januari 1976) di awal 2021 ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com