Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Politik Megawati, 3 Warisannya yang Dipuji dan Di-bully

Kompas.com - 26/07/2019, 15:13 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi


Berikut adalah rangkaian tulisan perjalanan politik Megawati Soekarnoputri. Minggu ini, 18 tahun lalu, adalah minggu pertama Megawati menduduki kursi Presiden Republik Indonesia. Baca tulisan sebelumnya: Hari Ini 18 Tahun Lalu, Megawati Soekarnoputri Torehkan Sejarah Politik Indonesia dan Perjalanan Politik Megawati, dari Pengusaha Pom Bensin hingga Penguasa Medan Merdeka Utara 

 

KOMPAS.com — Tak mudah menjadi presiden Indonesia setelah Orde Baru. Bagi Megawati Soekarnoputri, agenda reformasi dan kondisi ekonomi yang tak menentu kala itu jadi pekerjaan rumah besar.

Di masa kepresidenannya yang hanya tiga tahun, Megawati menggariskan sejumlah kebijakan penting. Tak semua dipuji, ada juga kebijakannya yang membuatnya terus di-bully lawan politik.

Setelah resmi melanjutkan era pemerintah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 23 Juli 2001, Megawati segera menyusun Kabinet Gotong Royong.

Ada Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Ada pula Jusuf Kalla sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sementara bidang perekonomian dikoordinatori oleh Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.

Kala itu, Yusril Ihza Mahendra menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Ada Boediono sebagai Menteri Keuangan dan Rini Soemarno sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Ada pula Kwik Kian Gie sebagai Kepala Bappenas dan Hatta Rajasa sebagai Menristek.

Belakangan, sebagian orang pilihan Megawati ini justru berbalik darinya. SBY berduet dengan Jusuf Kalla dan mengalahkan Mega pada 2004. Kemudian pada 2009, SBY kembali mengalahkan Megawati dengan menggandeng Boediono.

Hatta Rajasa maju sebagai cawapres Prabowo pada 2014 berhadapan dengan kubu Megawati yang mengusung Jokowi. Begitu pula Kwik Kian Gie yang pada 2019 ini mendukung Prabowo-Sandiaga.

Privatisasi BUMN

Di antara berbagai kebijakan Megawati, privatisasi BUMN boleh jadi yang paling kontroversial. Dikutip dari buku Problem Demokrasi dan Good Governance di Era Reformasi (2013), BUMN dijual dengan alasan untuk membayar utang negara.

Megawati diwarisi utang negara yang membengkak imbas dari krisis moneter pada 1998/1999. Penjualan belasan BUMN yang nilainya mencapai Rp 18,5 triliun berhasil menurunkan utang.

Salah satu privatisasi yang paling diperdebatkan ialah Indosat. Kala itu, Indosat dijual seharga Rp 4,6 triliun kepada Tamasek Holding Company, BUMN Singapura.

Lima tahun kemudian, Tamasek menjual saham Indosat kepada Qatar Telecom dengan harga mencapai tiga kali lipat.

Penjualan Indosat masih kerap diperbincangkan. Presiden Joko Widodo saat berkampanye pada 2014 mengatakan suatu saat akan membeli saham Indosat, tetapi dengan harga yang wajar. Jokowi adalah capres pilihan Megawati.

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri.KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Pada 2011, Megawati pernah tak terima pernyataan bahwa privatisasi badan-badan usaha milik negara terjadi pada era kepemimpinannya. Megawati mengingatkan bahwa dia tak menjabat sebagai presiden secara utuh selama lima tahun.

Mega menggantikan presiden ke-4 Abdurrahman Wahid sejak 2001. Secara berkelakar, Megawati menyebut dirinya sebagai "Presiden Setengah" karena tak memerintah sejak awal pemerintahan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com