Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Uji Materi, Pemohon Persoalkan Dugaan Pelanggaran Formil Pembentukan UU Cipta Kerja

Kompas.com - 12/11/2020, 18:27 WIB
Sania Mashabi,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gerakan Masyarakat Pejuang Hak Konstitusi (GMPHK) mengungkap dugaan pelanggaran asas formil dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (12/11/2020).

GMPHK merupakan pemohon uji materi UU Cipta Kerja ke MK.

Salah satu kuasa hukum GMPHK, Jovi Andrea Bachtiar mengatakan telah terjadi secara terang-terangan pelanggaran formil dalam pembentukan UU Cipta Kerja.

"Kita menyaksikan secara seksama proses pembentukan undang-undang cipta kerja sehingga pengesahan oleh presiden maka kita dapat mengetahui telah nyata dan terang benderang bahkan dipertontonkan di hadapan publik tanpa adanya rasa malu," kata Jovi dalam sidang MK yang disiarkan secara daring, Kamis (12/11/2020).

Baca juga: UU Cipta Kerja Inkonstitusional Jadi Alasan Walhi Tolak Hadiri Rapat DPR

"Bahwa terdapat pelanggaran formil terhadap ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan pada proses pembentukan undang-undang cipta kerja," lanjut dia.

Masalah formil yang pertama menurut Jovi adalah adanya pasal-pasal yang merugikan para pekerja.

Ketentuan itu di antaranya mengenai kontrak tanpa batas, waktu istirahat mingguan yang dipangkas, dan menghapus sebagian kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh.

Kemudian menghapus sanksi tidak bayar upah, merubah ukuran perhitungan uang pesangon bagi pekerja yang di putus hubungan kerja dan menghapus hak mengajukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menurut dia, kerugian itu tidak sesuai dengan asas kejelasan tujuan pembentukan UU sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Selanjutnya adalah, UU tersebut telah melanggar asas kedayagunaan dan kehasilgunaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 e UU Nomor 12 Tahun 2011.

Pembahasan UU Cipta Kerja juga disebut Jovi tidak melibatkan elemen masyarakat. Menurut dia, masih banyak organisasi masyarakat terkait UU Cipta Kerja tidak diajak berdiskusi bersama.

"Belum lagi diketahui bahwa adanya masyarakat adat yang juga tidak dilibatkan dalam proses penyusunan norma terkait pergeseran sanksi bagi pelaku usaha yang dalam yang melakukan penguasaan tanah adat secara sepihak," ujarnya.

Sementara pelanggaran yang terakhir, lanjut Jovi, adanya perubahan jumlah halaman dan subtasi dalam pasal di UU Cipta Kerja setelah disahkan.

Hal tersebut, menurut dia bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Baca juga: Di Sidang MK, Pemohon Beberkan Kerugian karena UU Cipta Kerja

"Padahal pasca sidang paripurna dengan agenda persetujuan DPR dan presiden, untuk menyetujui satu rancangan undang-undang tidak ada lagi secara konstitutif aturan mengenai forum untuk melakukan pembahasan terkait perubahan atau penambahan ayat yang secara konstitusional," ucap dia.

Oleh karena itu GMPHK meminta majelis hakim konstitusi menyatakan UU Cipta Kerja tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945.

Untuk diketahui, permohonan uji formil ini diajukan oleh lima penggugat terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta 3 orang mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com