JAKARTA, KOMPAS.com - Plh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menyebut, pihaknya mengacu pada undang-undang dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menetapkan status pencalonan kepala daerah mantan terpidana korupsi di Pilkada 2020.
Mereka yang belum genap mencapai masa jeda lima tahun sejak selesai menjalani pidana penjara dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon kepala daerah.
"KPU sudah menjalankan aturan sesuai ketentuan UU juga putusan MK," kata Ilham kepada Kompas.com, Senin (26/10/2020).
Sebagaimana bunyi Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019, mantan terpidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.
Baca juga: Tindaklanjuti Putusan Bawaslu, KPU Tetapkan 3 Eks Koruptor jadi Calon Kepala Daerah
Kemudian, penjelasan Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan, yang dimaksud dengan 'mantan terpidana' adalah orang yang sudah tidak ada hubungan baik teknis (pidana) maupun administratif dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, kecuali mantan terpidana bandar narkoba dan terpidana kejahatan seksual terhadap anak.
Senada dengan Ilham, Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik menyebut bahwa pihaknya tetap berpegang pada Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Pilkada.
Pasal 1 angka 21 PKPU itu berbunyi, mantan terpidana adalah orang yang sudah selesai menjalani pidana dan tidak ada hubungan secara teknis (pidana) dan administratif dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Mengacu pada bunyi pasal tersebut, kata Evi, jelas diatur bahwa seseorang dinyatakan sebagai mantan terpidana apabila sudah bebas murni, bukan bebas bersyarat.
"Bebas murni tidak ada hubungan teknis dan administratif, sudah sangat jelas diatur," ujar Evi.
Baca juga: Diaz Hendropriyono: Tak Ada Eks Koruptor yang Kami Calonkan di Pilkada
Oleh karenanya, dalam membuat putusan, semestinya Bawaslu mengacu pada PKPU tersebut, bukan membuat tafsiran baru.
"Mestinya tidak ditafsirkan lagi bila sudah dituangkan dalam PKPU. Bawaslu melakukan pemeriksaan dalam sengketa mestinya mengacu kepada PKPU sebagai peraturan yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah," papar dia.
Evi menambahkan, Pasal 144 Ayat 3 UU Pilkada menyebutkan bahwa seluruh proses pengambilan putusan Bawaslu provinsi dan Panwas kabupaten/kota wajib dilakukan melalui proses yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya, kata dia, semestinya putusan Bawaslu mengacu pada PKPU.
"Dapat dipertanggungjawabkan tentu maknanya sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk syarat pencalonan sebagaimana diatur dalam PKPU-nya," kata Evi.
Meski demikian, KPU tetap menjalankan putusan Bawaslu terkait hasil sengketa tiga pasangan calon kepala daerah yang semula dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) karena belum memenuhi masa jeda pidana 5 tahun.
Ketiga paslon yang masing-masing mencalonkan diri di Dompu, Lampung Selatan, dan Bengkulu itu diubah status pencaloannya menjadi memenuhi syarat (MS).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.