Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Ikuti Putusan MK soal Pencalonan Eks Koruptor, tetapi...

Kompas.com - 26/10/2020, 20:19 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Plh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menyebut, pihaknya mengacu pada undang-undang dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menetapkan status pencalonan kepala daerah mantan terpidana korupsi di Pilkada 2020.

Mereka yang belum genap mencapai masa jeda lima tahun sejak selesai menjalani pidana penjara dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon kepala daerah.

"KPU sudah menjalankan aturan sesuai ketentuan UU juga putusan MK," kata Ilham kepada Kompas.com, Senin (26/10/2020).

Sebagaimana bunyi Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019, mantan terpidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.

Baca juga: Tindaklanjuti Putusan Bawaslu, KPU Tetapkan 3 Eks Koruptor jadi Calon Kepala Daerah

Kemudian, penjelasan Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan, yang dimaksud dengan 'mantan terpidana' adalah orang yang sudah tidak ada hubungan baik teknis (pidana) maupun administratif dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, kecuali mantan terpidana bandar narkoba dan terpidana kejahatan seksual terhadap anak.

Senada dengan Ilham, Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik menyebut bahwa pihaknya tetap berpegang pada Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Pilkada.

Pasal 1 angka 21 PKPU itu berbunyi, mantan terpidana adalah orang yang sudah selesai menjalani pidana dan tidak ada hubungan secara teknis (pidana) dan administratif dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Mengacu pada bunyi pasal tersebut, kata Evi, jelas diatur bahwa seseorang dinyatakan sebagai mantan terpidana apabila sudah bebas murni, bukan bebas bersyarat.

"Bebas murni tidak ada hubungan teknis dan administratif, sudah sangat jelas diatur," ujar Evi.

Baca juga: Diaz Hendropriyono: Tak Ada Eks Koruptor yang Kami Calonkan di Pilkada

Oleh karenanya, dalam membuat putusan, semestinya Bawaslu mengacu pada PKPU tersebut, bukan membuat tafsiran baru.

"Mestinya tidak ditafsirkan lagi bila sudah dituangkan dalam PKPU. Bawaslu melakukan pemeriksaan dalam sengketa mestinya mengacu kepada PKPU sebagai peraturan yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah," papar dia.

Evi menambahkan, Pasal 144 Ayat 3 UU Pilkada menyebutkan bahwa seluruh proses pengambilan putusan Bawaslu provinsi dan Panwas kabupaten/kota wajib dilakukan melalui proses yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya, kata dia, semestinya putusan Bawaslu mengacu pada PKPU.

"Dapat dipertanggungjawabkan tentu maknanya sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk syarat pencalonan sebagaimana diatur dalam PKPU-nya," kata Evi.

Meski demikian, KPU tetap menjalankan putusan Bawaslu terkait hasil sengketa tiga pasangan calon kepala daerah yang semula dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) karena belum memenuhi masa jeda pidana 5 tahun.

Ketiga paslon yang masing-masing mencalonkan diri di Dompu, Lampung Selatan, dan Bengkulu itu diubah status pencaloannya menjadi memenuhi syarat (MS).

Menurut Evi, hal ini KPU lakukan lantaran Undang-undang Pilkada mewajibkan KPU menindaklanjuti putusan Bawaslu.

Baca juga: Mendagri Tito Sebut MK Ambil Jalan Tengah Terkait Putusan Pencalonan Eks Koruptor

Pasal 135A Ayat (4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 menyatakan, KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu provinsi dengan menerbitkan keputusan KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota dalam jangka waktu paling lambat 3 hari kerja terhitung sejak diterbitkannya putusan Bawaslu provinsi.

"Itu sudah putusan Bawaslu, wajib dilaksanakan," kata Ilham Saputra.

Sebelumnya diberitakan, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meloloskan mantan narapidana kasus korupsi dalam Pilkada 2020.

Padahal, KPU telah menyatakan paslon di dua daerah tersebut tidak memenuhi syarat (TMS) karena belum memenuhi masa jeda pidana.

“Permasalahannya putusan KPU yang membatalkan pencalonan mereka dibatalkan oleh Bawaslu sehingga mereka bisa kembali mencalonkan diri dalam kontestasi pilkada di daerahnya masing-masing,” kata peneliti ICW Egi Primayogha dalam diskusi daring, Minggu (25/10/2020).

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, menilai putusan Bawaslu tersebut menunjukkan inkonsistensi dalam menjalankan putusan MK terkait masa tunggu pidana.

Baca juga: Eks Koruptor Boleh Ikut Pilkada, Johan Budi: Sudah Cacat Moral, Harusnya Dilarang

Fadil mencontohkan, pertimbangan Bawaslu Dompu dalam putusannya yang menyebut bahwa masa tunggu dimulai ketika terpidana keluar dari lapas. Padahal, katanya, tak semua terpidana yang keluar dari lapas otomatis berstatus mantan terpidana.

Menurut Fadil, mantan terpidana adalah orang yang telah menjalani hukuman sesuai putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

“Orang yang berstatus mantan terpidana itu adalah orang yang sudah betul-betul selesai menjalani hukuman pidana berdasarkan putusan pengadilan yang kekuatan hukum tetap dan tidak lagi memiliki kewajiban hukum yang berkaitan dengan status pidananya karena kesalahan yang dia lakukan,” ucap Fadil dalam kesempatan yang sama.

Adapun Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya menetapkan 7 bakal pasangan calon kepala daerah TMS sebagai peserta Pilkada 2020. Dari 7 bakal paslon itu, 4 bapaslon TMS karena alasan belum terpenuhinya masa jeda pidana.

Sebagaimana bunyi Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019, mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.

Baca juga: Ironi Wahyu Setiawan: Ngotot Larang Eks Koruptor Ikut Pilkada, Sekarang Jadi Tersangka Suap

Bakal paslon gubernur dan wakil gubernur Bengkulu, Agusrin Maryono-Imron Rosyadi, dinyatakan TMS karena Agusrin merupakan mantan terpidana dengan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun. Pada saat mendaftar sebagai peserta Pilkada, Agusrin belum genap 5 tahun selesai menjalani pidana.

Alasan serupa juga menyebabkan bakal paslon bupati dan wakil bupati Nias Utara, Fonaha Zega-Emanuel Zebua, dinyatakan TMS. Diketahui, Fonaha belum melewati jeda 5 tahun sejak selesai menjalani masa pidananya.

Hal yang sama juga terjadi pada bapaslon bupati dan wakil bupati Lampung Selatan, Hipni-Melin Haryani Wijaya. Dalam hal ini, Melin Haryani merupakan mantan terpidana yang belum melewati jeda 5 tahun sejak selesai menjalani hukumannya.

Alasan serupa juga menyebabkan bapaslon bupati dan wakil bupati Dompu, Syaifurrahman Salman-Ika Rizky Veryani TMS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com