Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/10/2020, 14:02 WIB
|
Editor Krisiandi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai publik tidak perlu khawatir dengan dihapusnya Pasal 59 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi lewat UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK atau UU MK hasil revisi.

Pasal 59 Ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK sebelumnya berbunyi, "Jika diperlukan perubahan terhadap undang-undang yang telah diuji, DPR atau Presiden segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan."

Ketentuan dalam Pasal 59 Ayat (2) tersebut dihapus dalam UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK yang baru disahkan DPR pada Selasa (1/9/2020) bulan lalu.

Baca juga: Revisi UU MK Dinilai Tak Perkuat Kekuasaan Kehakiman

Feri menjelaskan, dihapusnya ketentuan dalam Pasal 59 Ayat (2) itu tidak perlu dikhawatirkan karena putusan MK akan otomatis berlaku tanpa harus menunggu Pemerintah dan DPR membentuk UU baru sesuai putusan MK.

"Begitu diketok palu oleh MK berlaku lah seketika mekanisme atau aturan baru yang ditentukan MK dalam putusannya tanpa perlu menunggu perubahan dari DPR dan Pemerintah," kata Feri saat dihubungi, Selasa (13/10/2020).

Feri mengatakan, Pemerintah dan DPR juga tidak diharuskan membuat undang-undang baru yang sesuai dengan putusan MK.

Sebab, putusan MK memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan undang-undang.

Selain itu, proses pembentukan undang-undang di parlemen juga memakan waktu dan dapat menimbulkan kekosongan hukum.

"Begitu putusan MK menghapuskan, tidak perlu juga DPR dan Pemerintah harus membuat undang-undang karena itu bisa menawan putusan MK karena mereka bisa mundur membuat undang-undangnya atau mengabaikan sehingga timbul kekosongan hukum," ujar Feri.

Feri melanjutkan, apabila MK menyatakan sebuah UU tidak sah, maka secara otomatis UU lamanya yang akan kembali berlaku.

Misalnya, apabila permohonan judicial review Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dikabulkan MK, maka aturan yang berlaku adalah UU 30 Tahun 2002 tentang KPK sebelum diubah melalui revisi UU KPK.

Baca juga: Revisi UU MK Disebut Inkonstitusional, Ini Sebabnya...

"Karena undang-undang yang baru kan berupaya menghapuskan undang-undang yang lama. Begitu undang-undang yang baru itu dibatalkan, artinya undang-undang yang lama menjadi berlaku," kata dia.

Oleh sebab itu, Feri meminta publik tidak perlu khawatir dengan penghapusan Pasal 59 Ayat (2) UU MK yang dikhawatirkan dapat membuat upaya judicial review ke MK menjadi sia-sia.

"Kalau soal putusan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Jauh sebelum undang-undang MK, sudah berlaku demikian. Jadi, tanpa menunggu undang-undang yang baru pun sudah berlaku itu, makanya disebut final and binding kan, binding itu artinya mengikat sejak saat itu juga," kata dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

PAN Benarkan Priyo Budi Santoso Jadi Kader: Nyaleg di Jawa Tengah

PAN Benarkan Priyo Budi Santoso Jadi Kader: Nyaleg di Jawa Tengah

Nasional
Anies Benarkan Sudah Kantongi Satu Nama Cawapres

Anies Benarkan Sudah Kantongi Satu Nama Cawapres

Nasional
Update 2 Juni 2023: Kasus Covid-19 Bertambah 178 dalam Sehari, Totalnya Jadi 6.808.056

Update 2 Juni 2023: Kasus Covid-19 Bertambah 178 dalam Sehari, Totalnya Jadi 6.808.056

Nasional
Babak Baru Isu Bocornya Putusan MK soal Pemilu Tertutup: Denny Indrayana Dilaporkan, Bareskrim Turun Tangan

Babak Baru Isu Bocornya Putusan MK soal Pemilu Tertutup: Denny Indrayana Dilaporkan, Bareskrim Turun Tangan

Nasional
Nasdem Bakal Ajukan Praperadilan atas Penetapan Status Tersangka Plate

Nasdem Bakal Ajukan Praperadilan atas Penetapan Status Tersangka Plate

Nasional
Kemenkes: Kasus Rabies Meningkat pada 2022, Kemungkinan karena Pandemi Covid-19

Kemenkes: Kasus Rabies Meningkat pada 2022, Kemungkinan karena Pandemi Covid-19

Nasional
Jalin Kerja Sama dengan PAN, PDI-P Singgung Basis Kekuatan di Sumbar

Jalin Kerja Sama dengan PAN, PDI-P Singgung Basis Kekuatan di Sumbar

Nasional
Anies dan Tim Delapan KPP Sudah Tetapkan Nama Cawapres

Anies dan Tim Delapan KPP Sudah Tetapkan Nama Cawapres

Nasional
Hasto: PAN Menyinari Seluruh Alam Semesta, Termasuk Kantor PDI Perjuangan

Hasto: PAN Menyinari Seluruh Alam Semesta, Termasuk Kantor PDI Perjuangan

Nasional
Jokowi Ingin Cawe-cawe, Amien Rais: Hentikan Manuver Ugal-ugalan Anda

Jokowi Ingin Cawe-cawe, Amien Rais: Hentikan Manuver Ugal-ugalan Anda

Nasional
Kasus ABG 16 Tahun di Parigi Moutong Diperkosa, Pakar: Pemaksaan Bisa Dalam Bentuk Psikis

Kasus ABG 16 Tahun di Parigi Moutong Diperkosa, Pakar: Pemaksaan Bisa Dalam Bentuk Psikis

Nasional
Partai Buruh Sebut Upaya DPR 'Ancam' MK adalah Upaya Memalukan

Partai Buruh Sebut Upaya DPR "Ancam" MK adalah Upaya Memalukan

Nasional
Penentuan Cawapres Ganjar Diprediksi Alot, PDI-P Hitung Betul Kekuatan Lawan

Penentuan Cawapres Ganjar Diprediksi Alot, PDI-P Hitung Betul Kekuatan Lawan

Nasional
Mantan Sekjen Berkarya Priyo Budi Santoso Turut Hadir di Pertemuan PAN dan PDI-P

Mantan Sekjen Berkarya Priyo Budi Santoso Turut Hadir di Pertemuan PAN dan PDI-P

Nasional
Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Indonesia yang Sakit Capai 93 Orang

Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Indonesia yang Sakit Capai 93 Orang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com