JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah dan penyelenggara pemilu menjamin hak atas hidup, hak kesehatan dan hak atas rasa aman warga negara selama penyelenggaraan Pilkada 2020.
Menurut Komnas HAM, dengan adanya pandemi Covid-19, penyelenggaraan Pilkada tidak cukup hanya memastikan hak memilih dan dipilih.
"Jadi tidak hanya soal bagaimana melayani hak pilih dan dipilih dan ikut serta dalam pemerintahan sebagai bagian dari hak asasi manusia, tapi di sisi lain adalah hak atas hidup, hak atas kesehatan, dan hak atas rasa aman itu juga dipastikan," kata Komisioner Komnas HAM Hairansyah dalam diskusi virtual yang digelar Selasa (29/9/2020).
Baca juga: Foto Risma Boleh Dipasang di APK Peserta Pilkada Surabaya, Ini Alasannya...
Hairansyah mengatakan, hak memilih dan dipilih memang menjadi bagian dari hak asasi manusia.
Tetapi, hak tersebut tak termasuk dalam rumpun non-derogable rights atau hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Oleh karenanya, kata Hairansyah, pemenuhan hak tersebut memungkinkan untuk ditunda dan dibatasi.
Sebaliknya, hak atas kesehatan adalah hak asasi yang memiliki penikmatan yang tertinggi dari seluruh hak asasi manusia sehingga harus diutamakan.
"Karena kalau tidak sehat, itu istilahnya untuk hak-hak lainnya tidak bisa akan menikmatinya. Maka itulah yang penting kemudian hak kesehatan itu menjadi faktor utama (dalam Pilkada)," ujar Hairansyah.
Baca juga: KPU: Beberapa Daerah Tak Memungkinkan Gelar Kampanye Daring Pilkada
Hairansyah mengatakan, beberapa waktu lalu pihaknya meminta pemangku kepentingan untuk sementara menunda Pilkada. Sebab, gelaran tersebut memicu terjadinya kerumunan massa.
Hal ini terbukti saat masa pendaftaran peserta pada 4-6 September lalu. Meski bakal calon kepala daerah telah diingatkan untuk menerapkan protokol kesehatan, iring-iringan massa tetap tercipta.
Namun, pemerintah, KPU dan DPR sudah mengambil keputusan untuk terus melanjutkan Pilkada di tengah pandemi.
Untuk itu, Komnas HAM mewanti-wanti para pemangku kepentingan untuk mengutamakan hak atas kesehatan dan keselamatan publik pada gelaran tersebut.
"Memang keberlanjutan proses demokrasi itu tetap menjadi bagian penting juga, tapi di sisi lain kembali lagi kepada jangkarnya itu adalah hak asasi manusia yang tertinggi di mana hak kesehatan atau keselamatan publik itu bagian yang harus menjadi perhatian," kata Hairansyah.
Untuk diketahui, pemerintah bersama Komisi II DPR RI dan KPU sepakat untuk tetap melanjutkan tahapan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19.
Namun demikian, Komisi II meminta agar penerapan protokol Covid-19 dilaksanakan secara konsisten dan pelanggarnya harus mendapatkan sanksi tegas.
Selanjutnya, Komisi II meminta KPU merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19.
KPU pun sudah merevisi PKPU yang mengatur detail pelaksanaan pilkada saat pandemi di PKPU Nomor 13 tahun 2020.
Baca juga: KPU Klaim PKPU 13/2020 Cukup Tegas Atur Protokol Kesehatan pada Pilkada
Komisi II pun meminta penegakan disiplin dan sanksi hukum tegas bagi pelanggar protokol Covid-19 sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan KUHP.
Adapun Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Masa kampanye Pilkada akan berlangsung selama 71 hari, sejak 26 September hingga 5 Desember 2020.
Sementara, hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.