"Makanya, pemerintah mempertimbangkan bahwa 5 bulan melakukan hibernasi ekonomi cukup dan saatnya kita bangkit melakukan pemulihan ekonomi walaupun Covid-19 masih ada," kata dia.
Baca juga: Menko PMK Sebut Ekonomi Indonesia 5 Bulan Alami Hibernasi
Oleh karena itu, saat ini pemerintah pun berupaya menyeimbangkannya antara penanggulangan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Keduanya, kata dia, harus berjalan seimbang agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Sekarang pemerintah mulai ke pemulihan ekonomi. Apakah pemerintah mengabaikan penanganan Covid-19? Sama sekali tidak. Tetap penanganan Covid-19 jadi prioritas utama, tapi tidak boleh sama sekali mengabaikan pentingnya pemulihan ekonomi," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 akan terkontraksi hingga minus 3 persen.
Kontraksi ekonomi ini sebagai dampak pandemi Covid-19 yang melanda 215 negara, termasuk Indonesia.
"Pandemi covid juga berakibat pada kuartal kemarin kontraksi minus 5,32 persen. Kuartal ketiga kira-kira 1 minggu lagi diperkirakan outlook di kuartal ketiga adalah minus 3 hingga minus 1," katanya di Bintan, Jumat (25/9/2020).
Dengan demikian, sebut Airlangga, outlook perekonomian RI hingga akhir tahun mencapai minus 1,7 persen hingga positif 0,6 persen.
"Dan forecast tahun depan, berbagai lembaga sudah menilai ekonomi kita akan kembali positif, yaitu 4,5 sampai 5 persen," ucap dia.
Baca juga: Menko Airlangga: Diharapkan Desember atau Awal Januari 2021 Sudah Bisa Mulai Vaksin
Perlu solusi
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Padjadjaran (Unpad) Yogi Suprayogi Sugandi mengatakan, perbandingan yang disampaikan Muhadjir tentang posisi Indonesia dalam penanganan Covid-19 sedianya disertai dengan solusi.
Meskipun ia menilai perbandingan yang dilakukan tersebut sah-sah saja dilakukan untuk mengetahui posisi Indonesia di mana dalam masa pandemi Covid-19 ini.
"Apakah (posisinya) parah atau tidak? Cuma sebetulnya harusnya di situ ada solusi. Solusinya itu harusnya disampaikan," kata dia.
Sebab, Yogi menilai bahwa saat ini masih ada banyak kelemahan dari pemerintah.
Contohnya, rapid test dan test swab untuk masyarakat yang harganya masih sangat mahal.
"Padahal masyarakat membutuhkan sekali. Oleh karena itu sebetulnya selain membanding-bandingkan tapi harus ada posisi bagaimana solusinya dari itu," kata dia.
"Jangan sampai kita masih di posisi 20 besar dianggapnya bagus, padahal kan harusnya bisa kurang dari situ," kata dia.
Baca juga: 2 Minggu Ditangani Luhut, Bagaimana Kondisi Covid-19 di 9 Provinsi?
Meskipun demikian, komparasi tersebut dinilainya tidak menjadi masalah, terutama untuk bisa meniru bagaimana strategi negara-negara yang jumlah kasus Covid-19-nya di bawah dilakukan di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.