JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dan PT Visi Citra Mulia (iNews TV) menegaskan tidak bermaksud mempersulit kreator konten di media sosial melalui permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu diungkapkan langsung Corporate Legal MNC Group Cristophorus Taufik.
"Program-program kita sendiri banyak yang kolaborasi dengen teman-teman kreatif. Mana mungkin mempersulit mereka," kata Taufik kepada Kompas.com, Jumat (28/8/2020).
Taufik juga membantah ucapan Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (PPI Kemenkominfo) yang mengatakan jika gugatan uji materi RCTI dan iNews TV dikabulkan, siaran langsung di media sosial wajib mengantongi izin siar.
Baca juga: KPI: Putusan MK atas Uji Materil UU Penyiaran Jangan Sampai Memasung Kebebasan Berekspresi
Sebab, menurut dia, yang nantinya akan diatur harus memiliki izin siar hanya perusahaan, bukan per individu.
"Kami juga banyak produk OTT (over the top) yang nantinya akan terkena dampak juga bila permohonan dikabulkan," ujar dia.
Diberitakan, permohonan uji materi UU Penyiaran diajukan oleh RCTI dan iNews TV.
Pihak pemohon menggugat Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran yang menyebut, “Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran."
Baca juga: Ini Alasan RCTI dan Inews TV Ajukan Uji Materi UU Penyiaran ke MK
Pemohon menilai pasal itu menyebabkan perlakuan yang berbeda antara penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan frekuensi radio dan penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet, seperti YouTube dan Netflix.
Sebab, Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran hanya mengatur penyelenggara penyiaran konvensional dan tak mengatur pengelenggara penyiaran terbarukan.
Oleh sebab itu, pemohon meminta MK menyatakan, pasal tersebut tak kekuatan hukum tetap sepanjang tidak mengatur penyelenggara penyiaran berbasis internet untuk tunduk pada pasal tersebut.
Namun, menurut pemerintah, jika permohonan itu dikabulkan maka masyarakat tidak akan bisa lagi mengakses media sosial secara bebas.
Sebab, layanan OTT yang menggunakan internet akan disamakan dengan layanan penyiaran. Dengan demikian, tayangan audio visual akan diklasifikasikan sebagai kegiatan penyiaran yang harus memiliki izin siar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.