Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DKPP Harap Vonis Wahyu Setiawan Jadi Pelajaran bagi Penyelenggara Pemilu

Kompas.com - 24/08/2020, 20:44 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad berkomentar soal vonis enam tahun penjara eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan.

Muhammad berharap, peristiwa ini dapat dijadikan pelajaran oleh seluruh penyelenggara pemilu di Indonesia agar tak melakukan perbuatan serupa.

"DKPP berharap menjadi pelajaran penting bagi penyelenggara pemilu di Indonesia," kata Muhammad kepada Kompas.com, Senin (24/8/2020).

Baca juga: Bawaslu: Vonis Wahyu Setiawan Pelajaran untuk Penyelenggara, Parpol dan Caleg

Muhammad mengatakan, sebagaimana bunyi Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017, penyelenggara pemilu dilarang untuk menerima pemberian apapun dari calon anggota DPR.

Pasal 8 Peraturan DKPP 2/2017 menyebut, "Dalam melaksanakan prinsip mandiri, penyelenggara pemilu bersikap dan bertindak: (h) menolak untuk menerima uang, barang, dan/atau jasa, janji atau pemberian lainnya dalam kegiatan tertentu secara langsung maupun tidak langsung dari peserta pemilu, calon anggota DPR, DPD, DPRD, dan tim kampanye kecuali dari sumber APBN/APBD sesuai dengan ketentuan perundang-undangan".

Plt Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) MuhammadIstimewa Plt Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad
Kemudian huruf (i), "menolak untuk menerima uang, barang, dan/atau jasa atau pemberian lainnya secara langsung ataupun tidak langsung dari perseorangan atau lembaga yang bukan peserta pemilu dan tim kampanye yang bertentangan dengan asas kepatutan dan melebihi batas maksimum yang diperbolehkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan".

Muhammad berharap agar ketentuan-ketentuan etik itu dipatuhi oleh para penyelenggara pemilu, di samping penyelenggara mematuhi hukum yang berlaku.

Baca juga: Soal Vonis Wahyu Setiawan, Kuasa Hukum Sebut Banyak Hal Tak Dipertimbangkan Hakim

Melanggar kode etik penyelenggara pemilu, kata dia, bakal dikenai disanksi oleh DKPP.

Sanksinya bahkan bisa berupa pemecatan sebagai penyelenggara sebagaimana yang DKPP jatuhkan kepada Wahyu Setiawan.

"Penyelenggara pemilu agar terus menyinergikan antara rule of law dengan rule of ethic," kata Muhammad.

Sebelumnya diberitakan, mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan divonis hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan.

Majelis hakim pada Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat menyatakan, Wahyu terbukti bersalah dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR RI periode 2019-2024.

"Mengadili, menyatakan Terdakwa 1, Wahyu Setiawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primair dan korupsi sebagaimana dakwaan kumulatif kedua," kata Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani, dikutip dari Antara, Senin (24/8/2020).

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, yakni 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan penjara.

Majelis hakim juga memutuskan tidak mencabut hak politik Wahyu pada masa waktu tertentu, seperti tuntutan JPU KPK.

Baca juga: KPK Belum Putuskan Upaya Hukum Lanjutan atas Vonis Wahyu Setiawan

"Majelis tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum untuk mencabut hak politik terdakwa," ucap hakim Susanti.

Dalam pertimbangan majelis hakim, hal yang memberatkan Wahyu adalah tindakannya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Kemudian, perbuatan Wahyu telah mencederai hasil pemilu sebagai proses demokrasi, serta telah menikmati keuntungan dari hasil perbuatannya.

Adapun hal yang meringankan adalah Wahyu telah mengembalikan uang sebesar 15.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta kepada negara melalui rekening KPK, serta mempunyai tanggungan keluarga.

Baca juga: Divonis 6 Tahun Penjara, Berikut Perjalanan Kasus Hukum Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan

Dalam perkara ini, Wahyu bersama mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridellina terbukti menerima uang sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura atau setara dengan Rp 600 juta dari Saeful Bahri.

Suap tersebut diberikan agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu anggota DPR Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I, yakni Riezky Aprilia, kepada Harun Masiku.

Selain itu, Wahyu juga terbukti menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Sekretaris KPU Daerah (KPUD) Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo terkait proses seleksi calon anggota KPU daerah (KPUD) Provinsi Papua Barat periode tahun 2020-2025.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com