Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Omnibus Law Atur HGU 90 Tahun, KPA: Lebih Parah dari Masa Penjajahan

Kompas.com - 10/08/2020, 20:20 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengkritik ketentuan jangka waktu hak atas tanah di atas hak pengelolaan dalam draf omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

Berdasarkan Pasal 127 ayat (3) hak pengelolaan diberikan selama 90 tahun. Hal pengelolaan ini dapat diberikan hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB) dan hak pakai (HP).

Sedangkan, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) telah mengatur bahwa jangka waktu HGU diberikan selama 25 atau 35 tahun kepada pemohon yang memenuhi persyaratan.

"Pada masa penjajahan saja pemberian konsesi pada perkebunan Belanda hanya 75 tahun," ujar Dewi saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/8/2020).

“Sekarang RUU Cipta Kerja mau menjadikan HGU berumur 90 tahun, lebih parah dibanding saat kita masih dijajah,” ungkapnya.

Baca juga: HGU hingga 90 Tahun di RUU Cipta Kerja, Politisi PDI-P: Eksploitasi terhadap Negara

Selain itu, Dewi juga menyoroti kewenangan pemerintah pusat yang bisa menerbitkan jenis-jenis hak baru di atas hak pengelolaan.

Sebab, hak pengelolaan dapat dikonversi menjadi HGU, HGB dan HP bagi kepentingan pemodal.

Menurut Dewi, ketentuan ini merupakan bentuk penyimpangan Hak Menguasai dari Negara (HMN) dan berpotensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

“Tiba-tiba dengan dalih menciptakan norma baru, hak pengelolaan ini seolah menjadi jenis hak baru yang begitu powerful, yang kewenangannya diberikan kepada pemerintah,” tutur dia.

Jika ketentuan soal hak pengelolaan atas tanah tersebut disahkan, Dewi khawatir ketimpangan penguasaan tanah akan semakin besar.

Baca juga: Panja RUU Cipta Kerja Minta KPA Beri Kajian Mendalam soal Masa HGU

Kemudian, korporasi besar akan semakin mudah untuk melakukan praktik monopoli karena jangka waktu hak pengelolaan atas tanah yang sangat lama.

“Ini cara memutar tersembunyi pemerintah, yang ingin kembali memprioritaskan HGU, HGB, HP untuk investor besar. Di tengah ketimpangan penguasaan tanah akibat.monopoli perusahaan yang sudah terjadi,” kata Dewi.

Selain itu, Dewi menekankan bahwa ketentuan soal jangka waktu hak pengelolaan atas tanah bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21-22/PUU-V/2007.

Putusan MK tersebut membatalkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang mengatur pemberian HGU selama 95 tahun.

“Pasal 22 ini telah diputuskan ditolak karena melanggar Konstitusi,” ucap Dewi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com