Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 30/04/2020, 15:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia kerja (Panja) pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja meminta Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) memberikan kajian mendalam mengenai masa hak guna usaha (HGU) yang dikritik karena dianggap terlalu lama, yakni 90 tahun.

Wakil Ketua Panja Willy Aditya berharap KPA menyampaikan kritik dan solusi.

"Soal bank tanah dan HGU lahan 90 tahun ini memang bidangnya KPA dan sudah saya dengar juga di waktu lalu. Ini kritik yang bagus," kata Willy kepada wartawan, Kamis (30/4/2020).

"Akan lebih tajam lagi kalau disampaikan kajian mendalamnya. Kajian ini nanti kita buka di publik untuk juga di kritik oleh pihak lain. Tradisi yang bagus dalam membuat UU," lanjut dia.

Baca juga: Anggota Komisi II Nilai HGU Lahan 90 Tahun Tak Akan Berdampak Pada Iklim Usaha

Willy mengapresiasi perhatian KPA terhadap draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Ia sendiri sepakat bahwa DPR dan pemerintah butuh masukan dari berbagai pihak untuk memperbaiki draf.

Menurut dia, bukan tidak mungkin pembahasan soal pertanahan dicabut dari draf RUU Cipta Kerja.

"Bank Tanah ini juga masuk di RUU Pertanahan yang juga prolegnas prioritas. Bisa saja kita take out salah satunya. Namun yang terpenting adalah memikirkan bagaimana aset negara yang begitu penting ini dikelola dengan manajemen aset yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat," ucap Willy.

Baca juga: Pemerintah Dispensasi HGU/HGB Jatuh Tempo Sampai Akhir Tahun

"Silakan KPA mengajukan konsepsinya secara detail, nanti disandingkan dengan konsep perlunya investor memiliki jaminan terhadap kelangsungan investasinya," lanjut dia.

Willy menyatakan, akan lebih baik apabila KPA sekaligus memberikan saran mengenai masa HGU yang semestinya ditetapkan pemerintah.

Ia mengamini bahwa RUU Cipta Kerja tidak boleh hanya mengakomodasi kepentingan investor, tapi juga memerhatikan hak seluruh warga negara.

"KPA bagusnya memberi masukan berapa tahun sebaiknya jangka waktu tersebut agar kepastian usaha juga terjamin, hak warga juga tidak tidak terlanggar, dan bagaimana fungsi kehadiran negara di dalam pengaturan tersebut," tutur Willy.

Baca juga: Laode: Rekomendasi KPK Terkait Dokumen HGU Tak Dijalankan Pemerintah

Dia berharap, seterusnya kritik terhadap draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja diiringi dengan kajian.

Menurut Willy, saat ini yang penting adalah memperbaiki substansi RUU, tetapi tidak menggagalkannya secara keseluruhan.

"Kita perkuat kembali tradisi perdebatan untuk melahirkan kebijakan publik. RUU Ciptaker ini ada kelemahannya yang mungkin bisa lebih jelas dilihat oleh organisasi non pemerintah, ayo beri masukan. Bukan berusaha menggagalkannya. Perubahan nama, isi draf RUU itu biasa saja. Tidak harus fatalistis membatalkan pembahasannya," kata dia.

Diberitakan, RUU Cipta Kerja Bagian Keempat soal Pertanahan Pasal 127 memperpanjang jangka waktu hak pengelolaan tanah alias Hak Guna Usaha (HGU) menjadi 90 tahun.

Adapun RUU soal pertanahan itu sebagai penyesuaian aturan dari Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Baca juga: HGU Lahan di RUU Cipta Kerja Jadi 90 Tahun, Lebih Lama dari Aturan Zaman Kolonial

Dalam Undang-Undang 5/1960 Pasal 29 ayat (1) menyebut, Hak Guna Usaha (HGU) hanya diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. Di ayat (2), untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.

Adanya perpanjangan HGU menjadi 90 tahun membuat Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) buka suara.

Dalam surat terbukanya kepada Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Sekjen KPA Dewi Kartika mengatakan, HGU itu lebih lama dibanding zaman kolonial Belanda.

Dia bilang, pemerintahan kolonial Belanda dahulu memberikan HGU selama 75 tahun.

Baca juga: Di RUU Cipta Kerja, HGU Diberikan hingga 90 Tahun, Ini Penjelasan Kementerian ATR/BPN

"Kolonial saja memberi 75 tahun Bapak! Itu sudah membuat menderita putra-putri negeri selama 350 tahun. Sekarang di zaman merdeka ini, justru Bapak mau menambah lebih lama 15 tahun," kata Dewi.

Di masa kolonial, hak pengelolaan tanah serupa dikenal dengan hak erfpacht. Hak ini memperbolehkan pengusaha untuk mengelola tanah hingga 75 tahun.

Berdasarkan buku Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya yang ditulis oleh Boedi Harsono, hak tersebut ada di Agrarische Wet, undang-undang yang dibuat pada 1870.

Saat UU Pokok Agraria lahir pada 1960, hak erfpacht dihapus dan muncul HGU dengan batasan paling lama 25-35 tahun. Kini lewat RUU Cipta Kerja, pemerintah akan mengubah waktu HGU lahan 90 tahun.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Survei Indikator Politik: PDI-P di Atas, PPP dan PAN Kesalip Perindo

Survei Indikator Politik: PDI-P di Atas, PPP dan PAN Kesalip Perindo

Nasional
Komnas HAM Buka Peluang Usut Ulang Tragedi Kanjuruhan, Cari Unsur Pelanggaran HAM Berat

Komnas HAM Buka Peluang Usut Ulang Tragedi Kanjuruhan, Cari Unsur Pelanggaran HAM Berat

Nasional
KPP Terbuka untuk Parpol Lain, Demokrat: Jangan Dibalik, Mau Bergabung Malah Beri Syarat

KPP Terbuka untuk Parpol Lain, Demokrat: Jangan Dibalik, Mau Bergabung Malah Beri Syarat

Nasional
Anggota TGIPF: Sudah Waktunya Jokowi Tuntaskan Penanganan Tragedi Kanjuruhan

Anggota TGIPF: Sudah Waktunya Jokowi Tuntaskan Penanganan Tragedi Kanjuruhan

Nasional
Caleg hingga Capres-Cawapres yang Pakai Dokumen Palsu Bakal Dibui

Caleg hingga Capres-Cawapres yang Pakai Dokumen Palsu Bakal Dibui

Nasional
Airlangga Hadir di Bukber Nasdem, Opsi Jadi Cawapres Anies Terbuka?

Airlangga Hadir di Bukber Nasdem, Opsi Jadi Cawapres Anies Terbuka?

Nasional
Kehadiran Airlangga di Bukber Nasdem Dinilai Belum Cukup Kuat Beri Sinyal Merapatnya KIB Ke KPP

Kehadiran Airlangga di Bukber Nasdem Dinilai Belum Cukup Kuat Beri Sinyal Merapatnya KIB Ke KPP

Nasional
Bripka Handoko Buka Pintu Penjara supaya Anak Bisa Peluk Ayahnya, Kompolnas: Sosok Polisi yang Diharapkan Masyarakat

Bripka Handoko Buka Pintu Penjara supaya Anak Bisa Peluk Ayahnya, Kompolnas: Sosok Polisi yang Diharapkan Masyarakat

Nasional
Survei Indikator Politik: Ridwan Kamil Cawapres Teratas, Disusul Sandiaga Uno, AHY, dan Erick Thohir

Survei Indikator Politik: Ridwan Kamil Cawapres Teratas, Disusul Sandiaga Uno, AHY, dan Erick Thohir

Nasional
Simulasi 'Head to Head', Ganjar Menang atas Prabowo dan Anies

Simulasi "Head to Head", Ganjar Menang atas Prabowo dan Anies

Nasional
Cawapres Anies Disebut Layak dari NU, Pengamat: Untuk Tingkatkan Elektabilitas Anies di Jawa Tengah dan Jawa Timur

Cawapres Anies Disebut Layak dari NU, Pengamat: Untuk Tingkatkan Elektabilitas Anies di Jawa Tengah dan Jawa Timur

Nasional
Budi Gunawan Dinilai 'Dukung' Prabowo, BIN Diingatkan soal Netralitas

Budi Gunawan Dinilai "Dukung" Prabowo, BIN Diingatkan soal Netralitas

Nasional
Demokrat Ajak Parpol Lain Gabung Koalisi Perubahan: Untuk yang Masih Bingung Tentukan Arah

Demokrat Ajak Parpol Lain Gabung Koalisi Perubahan: Untuk yang Masih Bingung Tentukan Arah

Nasional
Komnas HAM Akan Surati Jokowi, Minta Amnesti untuk Budi Pego

Komnas HAM Akan Surati Jokowi, Minta Amnesti untuk Budi Pego

Nasional
Soal Cawapres Anies, PBNU: Kami Tak Berkapasitas untuk Mendukung, Menyodorkan, dan Merestui

Soal Cawapres Anies, PBNU: Kami Tak Berkapasitas untuk Mendukung, Menyodorkan, dan Merestui

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke