JAKARTA, KOMPAS.com - Dualisme kepengurusan melanda Partai Berkarya. Pecahnya partai itu diawali saat sejumlah kader menilai kepemimpinan Ketua Umum Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto tidak berjalan dengan baik.
Tak hanya itu, Tommy dianggap tak mampu membawa Partai Berkarya mencapai parliamentary threshold atau ambang batas parlemen 4 persen pada Pemilu 2019 dan evaluasi Pemilu 2019 pun tidak pernah dilakukan Tommy.
Oleh karenanya, pada Maret 2020, sejumlah kader Partai Berkarya membentuk Presidium Penyelamat Partai untuk meminta Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) dipercepat.
"Permintaan kader agar Munaslub dipercepat, Insya Allah 30 hari dari hari ini," kata Ketua DPP Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang di Jalan Brawijaya IX, Jakarta Selatan, Kamis (12/3/2020).
Baca juga: Loyalis Tommy Tak Terima Kemenkumham Sahkan Partai Berkarya Kubu Muchdi Pr
Badarudin mengatakan, sudah mengantongi dukungan dari dua per tiga pimpinan Partai Berkarya di tingkat kabupaten dan provinsi untuk melaksanakan Munaslub dalam rangka mengganti struktur DPP.
"Atas permintaan lebih dari dua per tiga provinsi dan kabupaten kota, maka langkah penyelamatan partai ini segera dilakukan," pungkasnya.
Selaku Ketua Umum Partai Berkarya, Tommy mengatakan, tak seharusnya para kader tersebut mengajukan Munaslub dalam merespons dinamika di internal partai.
Tommy mengatakan, akan mengambil tindakan tegas berupa pemberhentian bagi pengurus partai yang membentuk Presidium Penyelemat Partai guna mempercepat Munaslub.
"Sungguh disayangkan dinamika yang tidak produktif itu semakin dipertontonkan dengan membentuk Presidium Penyelemat Partai Berkarya, yang ironisnya ingin melaksanakan Munaslub. Partai berkarya belum pernah melaksanakan Munaslub sebelumnya," kata Tommy dalam rapat pleno Partai Berkarya, Rabu (8/7/2020).
Tak main-main dengan ucapannya, pada akhir rapat pleno, Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Priyo Budi Santoso mengumumkan pemberhentian sejumlah pengurus partai yang terlibat pembentukan Presidium Penyelemat Partai.
Baca juga: Dari Golkar hingga Berkarya, Ini Kisah Parpol yang Pecah Selama Era Jokowi
Menurut Priyo, pemecatan tersebut sudah disepakati dengan para pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Berkarya di seluruh Indonesia.
Namun, ia tak menyebutkan nama dan jumlah kader yang diberhentikan.
"Keputusan ini berlaku sejak tanggal diputuskan pada hari ini," ujar Priyo dalam akhir rapat pleno Partai Berkarya.
Pemberhentian sejumlah pengurus partai, tak menyurutkan niat para kader yang tergabung dalam Presidium Penyelemat Partai untuk menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Berkarya pada Sabtu (11/7/2020).
Dalam Munaslub, nama Muchdi Purwopranjono muncul sebagai calon Ketua Umum Partai Berkarya untuk menggantikan posisi Tommy Soeharto.
Badaruddin selaku anggota Presidium Penyelemat Partai menyebutkan, Tommy Soeharto diundang dalam acara Munaslub tersebut untuk menyampaikan hasil kinerjanya selama memimpin Partai Berkat.
Namun, ia menyayangkan Tommy mendatangi lokasi Munaslub dengan membawa sejumlah pihak yang menggangu jalannya Munaslub.
"Tapi kedatangan (Tommy Soeharto) ditumpangi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, termasuk orang-orang berbaju partai dan berbadan kekar, mengacak-acak lokasi tempat pelaksanaan Munaslub," kata Badaruddin saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/7/2020).
Badaruddin mengatakan, meski sempat tertunda, Munaslub berhasil digelar dengan terpilihnya Muchdi Purwopranjono sebagai Ketua Umum Partai Berkarya dan dirinya sebagai Sekretaris Jenderal.
Hasil Munaslub pun telah diserahkan ke Kementerian Hukum dan HAM.
Kendati demikian, Ketua DPP Partai Berkarya Vasco Ruseimy menolak hasil Munaslub tersebut.
Baca juga: Terima SK Pengesahan, Pengurus Berkarya Kubu Muchdi Sambangi KPU
Vasco menegaskan, munaslub yang digelar Presidium Penyelamat Partai itu ilegal. Pasalnya, seluruh kader yang tergabung dalam Presidium Penyelemat Partai, termasuk Muchdi, telah diberhentikan dari partai.
Pemberhentian itu diputuskan dalam Rapat Pleno Partai Berkarya yang digelar Rabu (8/7/2020).
"Oknum-oknumnya kan juga sudah diberhentikan sebelumnya di rapat pleno dan Rapimnas, jadi ya sudah tidak berhak mengatas namakan partai," ujar Vasco.
Pada 6 Agustus 2020, Partai Berkarya pimpinan Muchdi Purwopranjono mengumumkan, menerima Surat Keputusan tentang Pengesahan Perubahan Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Berkarya periode 2020-2025 dari Kementerian Hukum dan HAM.
SK tersebut diterbitkan Kemenkumham pada 30 Juli 2020 dengan Nomor M.HH-17.AH.11.01 TAHUN 2020.
Dengan demikian, terdapat perubahan mendasar di kepengurusan DPP Partai Berkarya.
Posisi Ketua Umum Partai Berkarya resmi dipegang Muchdi Purwopranjono, yang sebelumnya posisi tersebut dipegang Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto.
Baca juga: Tak Ingin seperti PKS, Sejumlah Kader Partai Berkarya Dukung Presiden Jokowi
Lalu, Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang menggantikan Priyo Budi Santoso.
Selain SK kepengurusan DPP, Partai Berkarya pimpinan Muchdi juga menerima SK tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Berkarya.
Menanggapi hal tersebut, loyalis Tommy Soeharto, Neneng A Tutty mengatakan, belum bisa menerima diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Kemenkumham atas kepemimpinan Muchdi Purwopranjono.
"Jadi kita juga kaget dengan adanya keputusan ini, karena kalau dikatakan sudah Munaslub, yang mana Munaslubnya? Siapa pendatangnya? Siapa yang dikatakan DPW lengkap, siapa yang dikatakan DPD lengkap," kata Neneng saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/8/2020) malam.
Neneng mengaku, namanya ikut dicantumkan sebagai Anggota Dewan Pembina Partai Berkarya dalam daftar kepengurusan DPP tersebut, tanpa mengajak atau berkomunikasi lebih dahulu.
Baca juga: Ketua DPP Berkarya: Jika Hasil Munaslub Muchdi PR Disahkan Kemenkumham, Berarti Ada Tangan Gaib
Berdasarkan hal itu, Neneng mengatakan, pihaknya akan meminta penjelasan Menkumham Yasonna Laoly atas penerbitan SK tersebut.
"Nanti akan ke Pak Menteri (Menkumham) diskusi bersama, pak menteri itu kan orangnya sangat bijaksana. Saya tahu persis dan mungkin nanti dari mendengar penjelasan dari sana, dan dari kita. Nah nanti kebijaksanaannya seperti apa," tutur Neneng.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno berpendapat, semestinya Kemenkumham menunggu konflik internal Partai Berkarya selesai, sebelum akhirnya memutuskan menerbitkan SK.
"Soal dualisme Partai Berkarya biarkan konflik internal mereka diselesaikan dengan mediasi. Biasanya ada mahkamah partai untuk menyelesaikan konflik internal," kata Adi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/8/2020).
Adi mengatakan, langkah Kemenkumham yang menerbitkan SK akan memunculkan kecurigaan dan hal aneh bagi publik terhadap dualisme Partai Berkarya.
Baca juga: Kubu Muchdi PR Sebut Munaslub Partai Berkarya Resmi dan Legal
Menurut Adi, konflik dualisme partai politik biasanya akan berujung pada tersingkirnya kubu yang sering mengkritik pemerintah.
"Khawatir ada dugaan aneh publik seperti itu, biasanya dualisme partai pasti berujung pada tersingkirnya kubu yang selama ini kritis ke pemerintah," ujarnya
"Bisa dicek pada konflik partai lainnya, bukan hanya berkarya," imbuhnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.