JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela HAM menilai bahwa proses hukum yang dijalani tujuh tahanan politik Papua di Pengadilan Negeri Balikpapan tak memenuhi unsur keadilan.
"Kami menilai, dalam kasus tujuh tahanan politik Papua, proses hukum yang mereka terima jauh dari memenuhi unsur keadilan," ujar Direktur Peneliti Imparsial Ardi Manto Adiputra dalam keterangan tertulis, Selasa (16/6/2020).
Ardi menilai, tuntutan yang diberikan kepada para tapol memperlihatkan adanya kesenjangan perlakuan aparat penegak hukum di Indonesia terhadap para pembela HAM Papua.
Baca juga: 63 Tapol di Indonesia Surati PBB Minta Dibebaskan, Khawatir Covid-19
Menurut dia, kesenjangan tersebut bahkan mengarah pada bias rasial.
"Di mana ketujuh tahanan politik tersebut seolah pantas menerima hukuman yang lebih berat ketimbang kasus yang serupa lainnya," ujar dia.
Karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela HAM menilai, pelanggaran terhadap hak-hak pembela HAM di Papua berawal dari stigmatisasi sebagai pendukung separatisme atau pemberontak.
Akibat dari stigmatisasi tersebut, perlakuan yang merendahkan martabat kemanusiaan dan pelanggaran terhadap berbagai ketentuan hukum seolah dapat dibenarkan terhadap tapol dan pembela HAM Papua.
Baca juga: Marak Intimidasi Terkait Diskusi Bertema Papua, Amnesty Desak Polisi Mengusut
Ini dilakukan baik oleh aparat maupun oleh warga sipil.
Salah satu praktik kekerasan dan stigmasisasi itu adalah diskriminasi dan rasisme terhadap rakyat Papua.
"Diskriminasi dan rasisme adalah kejahatan kemanusiaan yang secara ideologis dan konstitusional adalah pelanggaran pada konstitusi dan kejahatan paling mendasar yakni kejahatan kemanusiaan," kata Ardi.
Baca juga: Veronica Koman: Mau Bicara soal Papua Memang Sulit Setengah Mati
Ketujuh tapol itu ditahan usai menggelar aksi protes mengutuk perlakuan rasialisme terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur yang berujung kerusuhan di sejumlah kota di Papua.
Adapun, ketujuh tapol tersebut adalah Ketua Umum KNPB Agus Kossay dituntut 15 tahun penjara, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay dituntut 15 tahun penjara, dan Buchtar Tabuni dituntut 17 tahun penjara.
Kemudian, Irwanus Urobmabin dituntut 5 tahun penjara, Hengky Hilapok dituntut 5 tahun penjara, Ketua BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Alex Gobay dituntut 10 tahun penjara, dan mantan Ketua BEM Universitas Cenderawasih Ferry Kombo dituntut 10 tahun penjara.
Pada hari ini, Rabu (16/6/2020) PN Balikpapan akan membacakan sidang vonis terhadap mereka.
Baca juga: Amnesty: Selama 2010-2018, 95 Orang di Papua Jadi Korban Pembunuhan di Luar Proses Hukum
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.