JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah tingginya pertumbuhan kasus positif Covid-19 di Indonesia, pemerintah justru sedang bersiap untuk menuju masa transisi kenormalan baru atau new normal.
Sejumlah regulasi pun disiapkan agar masyarakat dapat segera kembali beraktivitas namun dengan cara yang aman. Salah satunya melalui revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi untuk Mencegah Penyebaran Covid-19.
Namun yang jadi persoalan, revisi beleid tersebut dinilai berpotensi dapat mengakibatkan timbulnya persoalan baru. Pasalnya, revisi itu dinilai tidak berdasarkan pada kajian epidemiologis.
"Relaksasi pembatasan dalam Permenhub ini tidak ada referensi yang jelas karena memang new normal hanya diklaim sepihak pemerintah tanpa beleid yang jelas, kata anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS Syahrul Aidi Maazat kepada Kompas.com, Rabu (10/6/2020).
Baca juga: Revisi Permenhub Dinilai Berpotensi Akibatkan Gelombang Baru Covid-19
Ia pun mempertanyakan dasar yang digunakan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam merevisi aturan itu melalui Permenhub Nomor 41/2020 yang ditandatangi pada Senin (8/6/2020) itu.
Di sisi lain, Budi Karya menyatakan, penerbitan beleid baru didasarkan pada Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.
Secara umum, ruang lingkup pengendalian meliputi penyelenggaraan transportasi darat, laut, udara dan perkeretaapian.
"Pengendalian transportasi yang dilakukan menitikberatkan pada aspek kesehatan, karena kami berupaya untuk menyediakan transportasi agar masyarakat, baik itu petugas transportasi maupun penumpang tetap bisa produktif namun tetap aman dari penularan Covid-19 sebagaimana arahan Presiden RI Joko Widodo," kata Budi seperti dikutip dari Setkab.go.id.
Zona aman
Dengan dibukanya kembali sejumlah aktivitas ekonomi, maka akan berdampak pada terjadinya peningkatan aktivitas perjalanan orang melalui transportasi.
Oleh karena itu, pengendalian transportasi yang diatur di dalam peraturan baru akan berlaku untuk seluruh wilayah dan untuk wilayah yang ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Baca juga: Revisi Permenhub Dinilai Berpotensi Akibatkan Gelombang Baru Covid-19
Sejauh ini, dari 514 wilayah kabupaten/kota yang ada di seluruh Indonesia, hanya 44 persen di antaranya yang statusnya telah berubah menjadi beresiko rendah dan aman berdasarkan data Gugus Tugas.
Meski ada pelonggaran, Budi menuturkan, para penumpang angkutan umum dan kendaraan pribadi wajib menerapkan protokol kesehatan. Kewajiban yang sama juga berlaku bagi operator sarana dan prasarana transportasi.
Adapun protokol kesehatan yang dimaksud mulai dari pembatasan jumlah penumpang dari jumlah kapasitas tempat duduk dan penerapan jarak. Pemberlakuan protokol tersebut dimulai sejak persiapan perjalanan, saat perjalanan, dan ketika sampai di lokasi tujuan.
"Terkait pembatasan jumlah penumpang pada sarana transportasi akan ditetapkan selanjutnya oleh Menteri Perhubungan melalui Surat Edaran dan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan penyesuaian di kemudian hari," kata Budi Karya.
Herd immunity
Di lain pihak, pelonggaran aturan tersebut dinilai kurang tepat. Bahkan, pemerintah dianggap tengah menerapkan strategi herd immunity melalui pelonggaran tersebut.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, ketidaktegasan aturan yang termaktub di dalam Permenhub baru berpotensi mengakibatkan ledakan kasus baru.
Dalam dua hari terakhir, kasus positif Covid-19 selalu bertambah di atas angka 1.000 orang. Pada 9 Juni, misalnya, penambahan kasus baru mencapai 1.043 orang.
Sementara pada 10 Juni, penambahan kasus baru mencapai 1.241 orang, yang sekaligus menjadikan rekor penambahan kasus baru sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret lalu.
Saat ini, tercatat 34.316 kasus Covid-19 yang terkonfirmasi positif. 12.129 kasus di antaranya telah dinyatakan sembuh, dan 1.959 kasus dinyatakan meninggal dunia.
"Bunyi Permenhub ini tidak jelas dan membingungkan. Jadi menurut saya, sekarang ini pengaturannya diserahkan kepada masyarakat," kata Agus saat dihubungi.
"Jadi, dengan ledakan kasus yang tinggi sekali kemarin, saya pikir ini sudah herd immunity. Artinya semua diserahkan ke masyarakat. Secara tidak langsung, pemerintah sudah lepas tangan," imbuh dia.
Baca juga: Permenhub 41/2020 Dianggap sebagai Strategi Herd Immunity
Herd immunity atau strategi kekebalan komunitas merupakan bentuk proteksi tidak langsung dari infeksi penyakit menular karena sebagian besar orang di suatu daerah sudah imun atau kebal terhadap penyakit itu.
Namun, strategi ini dinilai mengancam ratusan ribu hingga jutaan nyawa penduduk Indonesia, sebelum ditemukannya vaksin Covid-19.
Salah satu klausul yang disorot Agus yaitu soal batasan penumpang di dalam moda transportasi.
Di dalam beleid yang telah direvisi disebutkan batasan penumpang akan diatur Menteri Perhubungan melalui surat edaran. Sebelumnya, di dalam Permenhub 18/2020, moda transportasi hanya diperbolehkan mengangkut maksimal 50 persen dari kapasitas penumpang.
Namun dalam Permenhub baru, kapasitas penumpang dapat dibatasi maksimal 70 persen dari total kapasitas tempat duduk dengan syarat menerapkan protokol kesehatan.
Agus menilai, klausul tersebut akan sulit untuk diterapkan di lapangan.
"Bagaimana cara mengukur sudah 100 persen muatannya? Lalu mengatur agar 50 persen saja yang naik. Tentu sulit diterapkan," kata Agus.
Sementara itu, menurut Syahrul, dilonggarkannya aturan batasan jumlah penumpang bertentangan dengan kebijakan pembatasan sosial dengan cara menjaga jarak sosial masyarakat yang selama ini digaungkan pemerintah sebagai salah satu protokol kesehatan.
"Permenhub ini membuka peluang besar terjadinya gelombang kedua pandemi Covid-19 yang luar biasa," kata dia.
"Pertanyaan selanjutnya Logika apa yang mau dibangun pemerintah untuk menyelamatkan masyarakatnya? Orang-orang disuruh mengikuti protokol kesehatan, di sisi lain orang-orang dihadapkan dengen peperangan yang nyata di garda terdepan dengan pandemi covid 19," imbuh Syahrul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.