Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Imelda Bachtiar

Alumnus Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia (UI) tahun 1995 dan Pascasarjana Kajian Gender UI tahun 2010. Menulis dan menyunting buku bertema seputar memoar dan pemikiran tokoh berkait sejarah Indonesia, kajian perempuan, Peristiwa 1965 dan kedirgantaraan. Karyanya: Kenangan tak Terucap. Saya, Ayah dan Tragedi 1965 (Penerbit Buku Kompas-PBK, 2013), Diaspora Indonesia, Bakti untuk Negeriku (PBK, 2015); Pak Harto, Saya dan Kontainer Medik Udara (PBK, 2017); Dari Capung sampai Hercules (PBK, 2017).

Mengenang Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso

Kompas.com - 11/05/2020, 17:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Saya tidak mengenal almarhum lebih jauh lagi dari itu. Tidak ada diskusi akrab yang lain setelah wawancara itu.

Tetapi, bahwa Pak Djoksan seorang yang ramah dan dengan rendah hati mau bicara dengan siapa saja, itulah karakternya.

Untuk seorang yang pernah duduk di pucuk pimpinan TNI, sikap rendah hatinya sangat jarang saya temui pada purnawirawan TNI lain berpangkat tinggi.

***

Minggu 10 Mei 2020. Pagi hari. Saya terkejut mendengar berita kepulangan beliau. Memang sudah hampir seminggu Pak Djoksan berada dalam pemulihan tindakan operasi berat. Rupanya, Allah SWT memanggil untuk beristirahat selamanya. Innalillahi wainna ilaihi rajiun...

Tanah air kembali kehilangan seorang prajurit terbaik, prajurit yang dalam 35 tahun pengabdiannya sebagai Tentara Nasional Indonesia selalu teringat banyak mantan komandan dan anak buahnya karena kesederhanaan dan keseriusan dalam pengabdiannya.

Sungguh memilukan berduka di tengah kita berkarantina mandiri karena wabah Covid-19.

Panglima TNI 2007-2010 yang terakhir duduk sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra berpulang pada usia hampir 68 tahun.

Almarhum Jenderal Djoksan dikenal sebagai sosok yang dekat dengan anak buah dan keluarga prajurit.

Kelahiran Solo (Surakarta) 8 September 1952 ini besar dalam kesederhanaan sebagai sulung dari sembilan bersaudara keluarga guru SMA yang sederhana di Solo (Surakarta).

Dari prajurit remaja sampai panglima TNI

Pak Djoksan dikenal selalu memberi yang terbaik dengan segenap kemampuan seorang tentara. Seperti kutipan motivasinya yang saya tulis di awal tulisan ini. “Jangan setengah-setengah dalam pengabdian, berikan yang terbaik.”

Almarhum memulai kariernya sebagai prajurit remaja lulusan Akademi Militer Magelang tahun 1975. Ketika itu namanya masih Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI).

Karier militernya dimulai dari bawah. Ia banyak berdinas di pasukan Kostrad. Tapak demi tapak karier militernya yang sebagian besar di pasukan Kostrad sejak perwira remaja itu selalu terekam, menjadi jejak yang bisa dicontoh para TNI muda milineal.

Kisah Pak Djoksan menjadi tentara karier, diceritakan dengan indah oleh sang istri, Ibu Angky Retno Yudianti, dalam buku Prabowo Subianto dalam 67 Tuturan Emak-emak, (KGN, 2019.)

Ketika kampanye pilpres dan pencalegan berlangsung hampir sepanjang tahun 2018, Pak Djoksan dan Ibu Angky, dalam kapasitas sebagai pimpinan partai dan ketua tim pemenangan, berkeliling nusantara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com