Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KSP Minta Petugas Pertimbangkan Alasan Pelanggar PSBB

Kompas.com - 26/04/2020, 15:46 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Brian Sriprahastuti mengatakan, pemberikan sanksi kepada masyarakat yang melanggar pembatasan sosial berskala besar (PSBB) harus dipertimbangkan.

Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah adalah alasan ketidakpatuhan dalam menjalankan PSBB.

"Saat kita mengatakan menerapkan PSBB dan memberikan sanksi, memang kita harus melihat dan mempertimbangkan alasan kenapa orang itu tidak patuh," kata Brian dalam acara streaming Crosscheck bertema Resah Daerah Tangkal Wabah, Minggu (26/4/2020).

Sebab, kata dia, ada masyarakat yang belum mengerti dan perlu edukasi dan pemahaman terkait PSBB.

Baca juga: Wali Kota Tangsel Anggap PSBB Kurang Efektif karena Sanksi Tidak Jelas

Kemudian, ada pula yang mengerti tetapi masih nekat melakukan pelanggaran.

"Ini mungkin kita harus berpikir, dia mengerti tetapi tidak punya kepentingan, orang masih bergerak ke Jakarta dengan tujuan tidak jelas. Ini harus berpikir bagaimana untuk memitigasi dan mengatasi masalah ini," kata dia.

Selanjutnya adalah mereka yang paham tapi terpaksa melanggar dengan tetap bepergian karena tidak punya pilihan juga harus diperhatikan.

Brian mengatakan, hal tersebut biasanya berkaitan dengan masalah perut masyarakat yang bersangkutan.

Dampak-dampak dari penerapan PSBB ini, kata dia, terjadi tidak hanya di Indonesia tapi seluruh dunia juga tengah mengalami hal yang sama.

Kondisi yang sulit dan banyak tantangan membuat pemecahan masalah menjadi tidak mudah.

"Dengan kondisi seperti ini, memang kita menghadapi kendala, kalau berkepanjangan anggarannya seperti apa? Karena semakin lama ini berlangsung, konsekuensi anggaran yang harus disediakan dan dikeluarkan menjadi besar," kata dia.

Sementara itu, Bupati Bogor Ade Yasin meminta kepastian hukum terkait dengan pelaksanaan sanksi pelanggaran PSBB.

Pasalnya, kata dia, ketentuan sanksi dalam PSBB hanya mengacu pada UU Kekarantinaan Kesehatan tetapi tidak dijabarkan secara rinci.

"Kalau kita mengacu pada UU Karantina Kesehatan, sudah dijelaskan dalam ayat 1 setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kesehatan yang tidak patuh dihukum. Sementara dalam PSBB kata-kata wajib itu tidak ada," kata dia.

Di UU Kekarantinaan Kesehatan, sanksi dijatuhkan karena masyarakat melanggar hukum akibat tak melaksanakan yang diwajibkan pemerintah.

Sementara, lanjut dia, dalam PSBB tidak ada ketentuan tersebut. Maka dari itu, Ade pun meminta agar ada kepastian hukum terkait sanksi PSBB.

Baca juga: Satpol PP Menyita Komputer Warnet yang Buka Saat PSBB

"Jangan sampai kita melaksanakan ini tapi hasilnya tak terlihat. Sayang anggaran, sayang biaya, ratusan miliar untuk PSBB ini. Supaya kami juga punya pegangan, minimal ada strategi nasional untuk penyelenggaraan PSBB secara nasional," kata dia.

Dengan demikian, kata dia, setiap daerah yang menerapkan PSBB memiliki pedoman pasti untuk PSBB tersebut.

"Bansos kami berikan, tapi bukan persoalan bansosnya yang sekarang kita hadapai melainkan bagaimana menyelamatkan nyawa orang. Kami ingin kepastian hukum untuk PSBB ini," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com