Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi I: Jangan Sampai Rapat Bocor karena Aplikasi Tidak Aman

Kompas.com - 16/04/2020, 16:10 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Sukamta, meminta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) memperhatikan isu keamanan dan ketahanan siber di tengah pandemi Covid-19.

Sebab, saat ini lembaga pemerintahan hingga swasta memaksimalkan penggunaan aplikasi online untuk menunjang kerja.

Ia pun meminta BSSN menyediakan aplikasi khusus berkeamanan tinggi bagi unsur pemerintah dan kelengkapan negara lainnya demi menjaga keamanan informasi rapat-rapat yang digelar online.

Baca juga: Antisipasi Pencurian Data Pribadi di Tengah Wabah Covid-19, BSSN Imbau Penyedia Layanan Monitor Keamanan Sistem

"Kami mengusulkan agar BSSN bisa menyediakan atau bahkan membuat sendiri aplikasi serupa yang bisa dan aman digunakan untuk kalangan pemerintahan, presiden, DPR, kabinet, dan lembaga-lembaga negara yang lain," kata Sukamta, Kamis (16/4/2020).

Menurut Sukamta, keamanan negara dalam situasi ini menjadi rentan karena potensi pencurian atau kebocoran data.

Dia tak berharap keputusan-keputusan penting negara bocor karena menggunakan aplikasi yang keamanannya dipertanyakan.

"Penting untuk memastikan keamanan negara dalam ranah siber. Jangan sampai rapat-rapat pengambilan keputusan bocor karena masih menggunakan aplikasi yang tidak cukup aman," ucapnya.

Sukamta meminta BSSN bisa menyelesaikan pekerjaan rumah ini maksimal dalam tiga pekan.

"Kami ingin agar aplikasi yang disiapkan ini memiliki keamanan tinggi standar militer dan kami minta agar bisa diselesaikan dalam waktu 2 atau 3 pekan ini," ujarnya.

Baca juga: Istana Ganti Aplikasi Video Conference, Rapat Jokowi Sempat Tersendat

Selain aplikasi khusus lembaga/kementerian, Sukamta berharap pemerintah serius membuat sistem keamanan siber yang bisa diterapkan di berbagai situs dan aplikasi yang digunakan Indonesia.

Ia mencontohkan China yang memiliki sistem Great Firewall, sebuah regulasi sensor internet di wilayah mereka.

"Jika di China ada Great Firewall, semacam sistem untuk menyensor konten-konten tertentu, maka perlu juga kita di sini membuat sistem serupa. Di sana juga ada Golden Shield Project yang berupa sistem keamanan informasi," kata Sukamta.

"Indonesia juga harus punya sistem semacam itu. Bahkan kalau memungkinkan, program ketahanan dan keamanan siber dibuat satu saja, yang mencakup konten dan sistem keamanan sibernya," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com