Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Materi UU Kementerian Negara, Ahli: Tak Diatur dalam UUD Bukan Berarti Jabatan Wamen Tak Bisa Dibuat

Kompas.com - 12/03/2020, 13:52 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar membenarkan bahwa jabatan wakil menteri tak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Namun, menurut dia, hal tersebut tak membuat jabatan wakil menteri tidak bisa dibentuk dalam sebuah struktur kementerian.

Hal ini Zainal katakan saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam pengujian Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (12/3/2020). Dalam hal ini, Zainal dihadirkan oleh pemerintah/presiden.

"Adalah benar bahwa jabatan wakil menteri tidak dibicarakan dalam pembentukan UUD 1945, tetapi sekali lagi tentu saja tidak mungkin dan tidak bisa dikatakan bahwa tidak dapat dibuat jabatan tersebut dalam struktur pemerintahan," kata Zainal melalui video telekonferensi yang ditampilkan dalam ruang sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis.

Baca juga: Sidang Uji Materi UU Kementerian Negara, Hakim MK Pertanyakan Keberadaan Wakil Menteri

Zainal mengatakan, menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan untuk menguatkan pemerintahan yang ia pimpin.

Artinya, presiden punya wewenang untuk mengisi lembaga pemerintah menurut konsep yang ia bayangkan.

Termasuk, jika presiden ingin membentuk struktur wakil menteri, hal itu termasuk dalam kewenangan dia sekalipun struktur itu tak diatur dalam konstitusi.

"Presiden mengkonstruksikan urusan pemerintahan dan mengkonstruksikan apa wilayah yang diinginkan oleh presiden dalam menguatkan pemerintahan," ujar Zainal.

Zainal mencontohkan, keberadaan kejaksaan juga tak diatur dalam UUD 1945. Tetapi, karena kejaksaan dinilai dapat menguatkan fungsi pemerintahan, maka lembaga tersebut tetap dibentuk.

"Artinya ketiadaan pengaturan dan penyebutan dalam UUD sekali lagi tidak mungkin dapat dijadikan dalil bahwa hal itu berarti dilarang di dalam UUD secara konstitusional," kata Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

Diberitakan sebelumnya, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara digugat ke MK).

Secara spesifik, aturan yang dimohonkan untuk diuji adalah Pasal 10 yang mengatur mengenai jabatan wakil menteri.

Pemohon dalam perkara ini adalah seorang advokat yang juga Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) bernama Bayu Segara. Ia menilai, jabatan wakil menteri tidak urgen untuk saat ini, sehingga harus ditinjau ulang.

"Posisi wakil menteri ini secara konstitusional tidak jelas," kata kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa, usai persidangan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).

Baca juga: Sidang Uji Materi, Hakim MK Pertanyakan Wakil Menteri yang Rangkap Jabatan

Victor lalu mencontohkan, ada dua wakil menteri di Kementerian BUMN yang rangkap jabatan sebagai komisaris.

Hal itu, menurut pemohon, menandakan bahwa tugas wakil menteri tidak banyak dan tak urgen. Sebab, jika urgen, tidak mungkin kursi wakil menteri diberikan kepada seorang yang sudah menjabat sebagai komisaris BUMN.

Rangkap jabatan itu juga dinilai berlawanan dengan tujuan pengangkatan wakil menteri, yaitu untuk mengemban beban kerja yang membutuhkan penanganan khusus. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com