Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tak Ingin Jabatan Wakil Menteri Dianggap Pemborosan Anggaran

Kompas.com - 10/02/2020, 14:19 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Pasal 10 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Dalam persidangan, Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Ardiansyah, membantah keberadaan jabatan wakil menteri menyebabkan pemborosan anggaran keuangan negara.

Menurut Ardiansyah, dalil penggugat yang menyebut, posisi wakil menteri memboroskan anggaran, bukanlah persoalan konstitusional.

"Bahwa terhadap anggapan pemohon yang menyatakan bahwa pengangkatan jabatan wakil menteri akan menyebabkan pemborosan keuangan negara, menurut pemerintah bukanlah persoalan konstitusionalitas suatu norma," kata Ardiansyah dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2020).

Baca juga: Soal Pengangkatan Wakil Menteri Digugat ke MK

Ardiansyah juga mengatakan, sebagaimana bunyi putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013 mengenai perkara kekuasaan kehakiman, disebutkan bahwa dikeluarkannya suatu jabatan atau lembaga tidak boleh hanya dinilai pada kerugian semata.

Sebab, selain kerugian finansial, pasti terdapat keuntungan dan manfaat untuk bangsa dan negara.

Hal yang sama, menurut Ardiansyah, juga berlaku untuk diadakannya jabatan wakil menteri.

Baca juga: Pos Wakil Menteri Digugat ke MK, Ini Kata Jokowi

Ardiansyah lalu menyebut, dalil pemohon itu tak ada relevansinya dengan tiga pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan landasan konstitusional atau yang dianggap bertentangan dengan Pasal 10 Undang-undang Kementerian Negara.

Tiga pasal dalam UUD 1945 yang dimaksud adalah Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum", lalu Pasal 17 ayat (1) yang bunyinya "Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara".

Serta Pasal 28D ayat (1) yang bunyinya, "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum".

"Berdasar alasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah memandang bahwa tidak ditemukan adanya hubungan sebab akibat antara kerugian yang dialami pemohon dengan pasal a quo yang diuji," kata Ardiansyah.

Baca juga: Aturan Soal Wakil Menteri Digugat ke MK karena Dinilai Tak Urgen

Oleh karena itu, mewakili pemerintah dan presiden, Ardiansyah meminta Majelis Hakim MK untuk menolak permintaan para penggugat.

Diberitakan sebelumnya, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Secara spesifik, aturan yang dimohonkan untuk diuji adalah Pasal 10 yang mengatur mengenai jabatan wakil menteri.

Pemohon dalam perkara ini adalah seorang advokat yang juga Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) bernama Bayu Segara. Ia menilai, jabatan wakil menteri tidak urgen untuk saat ini, sehingga harus ditinjau ulang.

"Posisi wakil menteri ini secara konstitusional tidak jelas," kata kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa, usai persidangan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).

Pemohon menilai, Pasal 10 Undang-undang Kementerian Negara bertentangan dengan tiga pasal dalam UUD 1945, yaitu Pasal 1 ayat (3), Pasal 17 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasdem dan PKB Merapat ke Prabowo-Gibran, Kekuatan Parlemen Berpotensi 71,89 Persen

Nasdem dan PKB Merapat ke Prabowo-Gibran, Kekuatan Parlemen Berpotensi 71,89 Persen

Nasional
Jaksa KPK Bakal Panggil Istri dan Anak SYL ke Persidangan

Jaksa KPK Bakal Panggil Istri dan Anak SYL ke Persidangan

Nasional
BKKBN Masih Verifikasi Situasi Stunting Terkini di Indonesia

BKKBN Masih Verifikasi Situasi Stunting Terkini di Indonesia

Nasional
Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Nasional
Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com