JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Susi Dwi Harijanti hadir memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang pengujian Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam sidang tersebut, Susi menyampaikan pentingnya pembuat undang-undang untuk mematuhi prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.
Prosedur pembentukan perundang-undangan sendiri antara lain diatur dalam tata tertib DPR.
Baca juga: 5 Keterangan Ahli soal Revisi UU KPK: Soal Kuorum DPR hingga Tanda Tangan Jokowi
"Apabila tata tertib tersebut dikualifikasi sebagai konvensi ketatanegaraan, maka saya berpendapat tidak dibenarkan konvensi ataupun praktik penyelenggaraan negara yang justru bertentangan dengan sendi-sendi konstitusi," kata Susi dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (4/3/2020).
Susi mengatakan, ada sejumlah praktik pembentukan undang-undang yang bisa disebut inkonstitusional.
Misalnya, kuorum rapat paripurna yang hanya didasarkan pada tanda tangan anggota DPR, tanpa kehadiran fisik.
Hal itu, menurut Susi, bertentangan dengan asas kedaulatan rakyat yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
"Tidak dapat dibenarkan sebagai kebiasaan ketatanegaraan karena bertentangan dengan sendi demokrasi yang diatur UUD Pasal 1 Ayat (2)," ujar dia.
Menurut Susi, pembentukan sebuah undang-undang merupakan salah satu cara rakyat mengatur dirinya.
Oleh karena itu, prosesnya harus merepresentasikan dan tidak boleh bertentangan dengan kehendak rakyat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.