Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/02/2020, 15:50 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

 

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Andi Syafrani mengatakan, sejumlah negara sudah mulai kapok menggunakan model omnibus law dalam sistem konstitusi mereka.

Hal ini disebabkan proses dalam penyusunan peraturan perundangan lewat sistem omnibus law dinilai tidak demokratis.

"Sebenarnya negara-negara yang pakai ini sudah mulai kapok menggunakan model omnibus. Karena kalau bahasa mereka kritikannya adalah, ini prosesnya sangat jauh dari proses deliberative democracy (demokrasi yang melalui diskursus)," ujar Andi dalam diskusi di bilangan Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (22/2/2020).

Baca juga: Pakar: Omnibus Law Cipta Kerja Punya Semangat Sentralisasi Pemerintahan yang Sangat Kuat

"Bahkan mereka menyebut model omnibus ini undemocratic. Kenapa? Simpel saja karena tidak memberikan waktu yang cukup untuk proses pembuatan hukumnya," lanjutnya.

Sehingga, proses negosiasi terhadap aspek penting menyangkut masyarakat juga tidak dilakukan secara proporsional.

Andi mengungkapkan, dalam proses penyusunan UU dengan sistem omnibus law, pihak eksekutif seolah memberi tugas kepada pihak legislatif untuk menyelesaikan rancangan peraturan.

Baca juga: Walhi: RUU Cipta Kerja Seolah-olah Berpihak pada Rakyat, tapi Sebenarnya Layani Korporasi

Andi menjelaskan, sistem omnibus law yang diadopsi Indonesia mengadopsi sistem yang pertama kali diterapkan di Amerika Serikat.

Salah satu negara yang masih menggunakan sistem omnibus law yakni Vietnam yakni pada 2016.

Saat itu, pun Vietnam berkonsultasi dulu dengan World Bank sebelum mengeluarkan aturan dengan sistem omnibus law.

"Jadi draf-nya (draf peraturan) dibaca dulu oleh World Bank, kemudian World Bank memberikan analisa. Tidak banyak analisanya, sekitar 26 lembar. Intinya menyatakan ini draf oke dan silakan kalian sosialisasi secepatnya," ucap Andi.

Baca juga: Ombudsman Sebut Pasal 170 Draf RUU Cipta Kerja Bisa Hancurkan Konstitusi

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, omnibus law bukan merupakan istilah resmi.

Omnibus law merupakan istilah general atau istilah umum saja.

Karena bersifat general, maka ada nama resmi yang spesifik, yakni RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan

"Nama resminya bukan omnibus law, tapi RUU Cipta Kerja (dan RUU Perpajakan)," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (18/2/2020).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Lanjutkan Rekapitulasi Suara Nasional untuk Jabar dan Maluku Hari Ini

KPU Lanjutkan Rekapitulasi Suara Nasional untuk Jabar dan Maluku Hari Ini

Nasional
Gubernur Jakarta Dipilih Lewat Pilkada, Raih Suara 50 Persen Plus Satu Dinyatakan Menang

Gubernur Jakarta Dipilih Lewat Pilkada, Raih Suara 50 Persen Plus Satu Dinyatakan Menang

Nasional
SK Penambahan Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton Segera Dirilis

SK Penambahan Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton Segera Dirilis

Nasional
Dito Mahendra Terdaftar di Perbakin, Klaim Hobi dan Koleksi Senpi

Dito Mahendra Terdaftar di Perbakin, Klaim Hobi dan Koleksi Senpi

Nasional
Golkar Dukung Hasil Pemilu yang Akan Ditetapkan KPU

Golkar Dukung Hasil Pemilu yang Akan Ditetapkan KPU

Nasional
Jokowi Dinilai Tengah Lakukan Manajemen Risiko dengan Panggil 2 Menteri PKB

Jokowi Dinilai Tengah Lakukan Manajemen Risiko dengan Panggil 2 Menteri PKB

Nasional
TKN Pertanyakan kepada Siapa Hak Angket Akan Digulirkan

TKN Pertanyakan kepada Siapa Hak Angket Akan Digulirkan

Nasional
Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui Ubah 1.402 Data DPT Tanpa Rapat Pleno

Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui Ubah 1.402 Data DPT Tanpa Rapat Pleno

Nasional
Pakar Hukum: Menangkan Gugatan Pilpres di MK Nyaris Mustahil

Pakar Hukum: Menangkan Gugatan Pilpres di MK Nyaris Mustahil

Nasional
Ditanya Soal Jatah Kursi di Kabinet Mendatang, Zulhas Serahkan ke Presiden Terpilih

Ditanya Soal Jatah Kursi di Kabinet Mendatang, Zulhas Serahkan ke Presiden Terpilih

Nasional
TPN: Hak Angket Sudah Jadi Sikap Partai, pada Dasarnya Akan Kami Gulirkan

TPN: Hak Angket Sudah Jadi Sikap Partai, pada Dasarnya Akan Kami Gulirkan

Nasional
KPU Usahakan Rekapitulasi Provinsi Papua dan Papua Pegunungan Selesai Malam Ini

KPU Usahakan Rekapitulasi Provinsi Papua dan Papua Pegunungan Selesai Malam Ini

Nasional
Bareskrim Gagalkan Peredaran 10.000 Butir Ekstasi, 1 Residivis Narkoba Ditangkap

Bareskrim Gagalkan Peredaran 10.000 Butir Ekstasi, 1 Residivis Narkoba Ditangkap

Nasional
Didakwa Kasus Kepemilikan Senpi Ilegal, Dito Mahendra: Ini Masalah yang Dibesar-Besarkan

Didakwa Kasus Kepemilikan Senpi Ilegal, Dito Mahendra: Ini Masalah yang Dibesar-Besarkan

Nasional
2 Menterinya Dipanggil Jokowi, PKB Bantah Diajak Ikut Dukung Prabowo-Gibran

2 Menterinya Dipanggil Jokowi, PKB Bantah Diajak Ikut Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com