Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang MK, Ahli Nilai Revisi UU KPK Tak Sesuai Kehendak Rakyat

Kompas.com - 19/02/2020, 16:23 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar menyinggung mengenai keterlibatan rakyat dalam proses revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Zainal, dalam proses pembentukan undang-undang, perlu ditelusuri apakah itu keinginan presiden dan DPR, atau ada desakan rakyat.

Hal ini disampaikan Zainal saat meberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya ingin mengingatkan kembali bahwa ada pertanyaan menarik, apakah undang-undang itu sebenarnya keinginan dari pemerintah dan DPR semata, atau kemudian jamak seluruh rakyat Indonesia," kata Zainal di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020).

Baca juga: Kemungkinan Pembahasan Revisi UU KPK Tak Sesuai Keinginan Presiden

Zainal mengatakan, proses pembentukan undang-undang harus didasari pada bunyi Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

Oleh karena itu, seharusnya pembentukan undang-undang tidak hanya memperhatikan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga pembentuk, melainkan juga menimbang keinginan rakyat.

Dua hal penting itu, menurut Zainal, tidak nampak pada revisi UU KPK.

"Yang saya khawatirkan adalah ketika mulai ada di kepala pembentuk undang-undang bahwa undang-undang itu domain dari pembentuk undang-undang dan tidak ada kaitan dengan keinginan rakyat. Rakyat tinggal menunggu saja apa yang akan diserahkan kepada mereka untuk mereka pakai," ujar dia.

Menurut Zainal, praktik kesewenangan pembentuk undang-undang kian meningkat belakangan ini.

Dalam hal revisi UU KPK, Zainal mencontohkan kesewenangan itu ditunjukkan saat pemerintah berdalih terjadi sejumlah kesalahan pengetikan draf RUU, termasuk mengenai syarat usia minimal pimpinan KPK.

"Saya ingat betul penyataan pertama dari pemeintah dan DPR mengatakan bahwa ada salah ketik, di beberapa hal. Bahkan yang pertama dikatakan usia (minimal pimpinan KPK) 50 itu salah ketik," ujar Zainal.

Zainal melanjutkan, proses pembentukan undang-undang seharusnya dapat mematuhi mekanisme yang berlaku. Proses tersebut tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang, termasuk tak melibatkan rakyat.

"Proses pembentukan itu harus dibatasi, karena tidak boleh seenaknya. Dalam pembentukan undang-undang harus ada kesepakatan pembentukan undang-undang itu terjadi," kata Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

Baca juga: Sidang MK, Pakar Singgung Kehadiran Fisik Anggota DPR Saat Revisi UU KPK

Sebelumnya diberitakan, sejumlah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi masa jabatan 2015-2019 mengajukan uji formil Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka adalah Agus Rahardjo, Laode M Syarief, dan Saut Situmorang.

Selain ketiga nama itu, gugatan juga dimohonkan sepuluh pegiat anti korupsi, antara lain eks pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan Mochamad Jasin serta beberapa nama lain, yaitu Betty Alisjahbana, Ismid Hadad, dan Tini Hadad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com