Ada enam poin yang akan menjadi fokus Omnibus Law Perpajakan, yaitu penurunan pajak penghasilan badan dan bunga denda pajak untuk menarik investasi; implementasi sistem teritorial, di mana penghasilan perusahaan dividen luar negeri dibebaskan pajak asal berinvestasi di Indonesia; dan untuk subjek pajak pribadi untuk orang Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari bisa jadi subjek pajak luar negeri.
Begitu juga untuk yang orang luar negeri tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, pembayaran PPh di dalam negeri hanya untuk pendapatan yang berasal dari Indonesia saja.
Kemudian, untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan, pemerintah mengatur ulang sanksi dan bunga denda.
Tadinya bunga denda pembayaran pajak sebesar 2 persen untuk 24 bulan. Sementara di dalam Omnibus Law bunga denda sebesar bunga yang berlaku di pasar.
Baca juga: Aturan Upah Per Jam Masuk RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
Selanjutnya, menerapkan pajak elektronik dibuat sama dengan sistem perpajakan biasa. Untuk perusahaan digital luar negeri yang tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia tetap dipungut pajaknya.
Pemerintah juga menunjuk perusahaan-perusahaan digital untuk memungut pajak dari pengguna layanannya.
Terakhir, memasukkan seluruh insentif pajak dalam satu klaster, yaitu tax holiday, tax allowance, Kawasan Ekonomi Khusus, dan sebagainya.
Adapun gagasan Omnibus Law Keamanan Laut pertama kali disampaikan Mahfud. Menurut dia, ada 17 UU yang mengatur dan memberi kewenangan secara berbeda dalam beberapa proses terkait kelautan, terutama investasi.
"Sehingga penanganan di laut itu proses-proses investasi, perdagangan, bongkar muat lama sekali, karena ada minimal tujuh (pihak berwenang) yang memeriksa," kata Mahfud.
Sementara itu, menurut Luhut, keberadaan Omnibus Law Keamanan Laut juga akan turut memperkuat keberadaan Badan Keamanan Laut dalam menjaga wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, yang dalam beberapa waktu terakhir sempat memanas akibat adanya persoalan dengan China di perairan Natuna.
Sedangkan, di dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ada sejumlah aturan yang akan direlaksasi seperti pergantian upah minimum dengan upah per jam, izin pendiran usaha yang dipermudah, serta penerapan regulasi administratif dan bukannya pidana terhadap pengusaha nakal.
Namun, penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja justru dipersoalkan oleh kelompok buruh.
Mereka menilai, klausul dalam RUU ini banyak merugikan. Mulai dari perubahan sistem penggajian, hilangnya pesangon dan digantikan dengan tunjangan PHK, pasar kerja buruh kontrak atau outsourcing diperluas, lapangan kerja yang dipenuhi tenaga kerja asing unskill, jaminan sosial yang hilang, serta dihapusnya pidana bagi pengusaha nakal.
Baca juga: Baleg: 2 Bulan Pun Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Bisa Selesai, asal...
Belakangan, pada saat pengajuan RUU ke DPR, pemerintah memasukkan empat RUU Omnibus Law, yaitu RUU tentang Ibu Kota Negara, RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, serta RUU tentang Kefarmasian. RUU yang terakhir namanya baru muncul saat disahkan di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
Sedangkan, dua RUU lain yang sebelumnya sempat muncul yakni UMKM dan keamanan laut tidak masuk ke dalam usulan yang disampaikan pemerintah.
Nantinya, keempat RUU ini akan dibahas bersama 46 RUU lainnya antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.