Pada poin ketiga, Jokowi menegaskan, segala bentuk regulasi yang menghambat harus disederhanakan.
Kali ini, Jokowi mengajak DPR untuk membuat dua regulasi besar bertajuk Undang-Undang tentang Cipta Lapangan Kerja dan Undang-Undang tentang Pemberdayaan UMKM.
“Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU. Puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan UU yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi,” ucap mantan gubernur DKI Jakarta itu.
Setelah mengumumkan nama-nama Kabinet Indonesia Maju, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyatakan bahwa Presiden memberikan amanat khusus kepada seluruh menteri.
Untuk Kemenkumham, salah satunya adalah mengegolkan peraturan perundang-undangan yang akan menjadi payung hukum pengembangan sumber daya manusia dan merampungkan konsep hukum perundangan Omnibus Law.
Guna mempercepat pembuatannya, Yasonna menyebut, akan memerintahkan jajaran di bawahnya segera menggelar rapat kerja guna menyisir mana saja regulasi yang dapat disederhanakan.
Selain itu, pihaknya juga akan bekerja sama dengan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Kemaanan Mahfud MD dalam penyelesaianya.
“Peraturan dan birokrasi yang lambat harus dipangkas karena itu menghambat investasi. Maka, kecepatan, ketepatan, kreativitas, dan inovasi menjadi hal penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Yasonna di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, 23 Oktober 2019 lalu.
Baca juga: Penjelasan Mahfud MD soal Omnibus Law yang Bertujuan Mudahkan Investasi
Menurut Mahfud, selama ini banyak aturan antar kementerian yang saling tumpang tindih. Hal itu dianggap menyulitkan investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
Sebagai contoh, ada investor yang telah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan di satu kementerian, namun dianggap belum memenuhi persyaratan di kementerian lainnya.
Sementara, menurut Luhut, saat ini ada investasi sebesar 123 milliar dollar AS yang terhambat masuk karena persoalan tumpang tindih aturan itu.
Di samping itu, persoalan lainnya adalah masih adanya kegemaran impor untuk memenuhi suatu barang kebutuhan.
"Ternyata di pipeline kita, investasi itu yang sudah ada, tadi saya lapor ke Presiden juga, sudah 123 miliar dollar AS. Itu yang sudah di pipe line. Ada yang sudah setahun, dua tahun, tiga tahun, tidak selesai-selesai prosesnya," ujar Luhut dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada 13 November lalu.
Dalam perkembangannya, wacana penyusunan Omnibus Law tak berhenti hanya pada Cipta Lapangan Kerja dan UMKM, tetapi juga hendak mengatur tentang rencana pemindahan ibu kota, perpajakan dan keamanan laut.
Terkait pemindahan ibu kota sebelumnya juga telah disinggung Jokowi ketika menyampaikan pidato kenegaraan pada 16 Agustus.
Baca juga: Ini 6 Alasan Buruh Tolak RUU Omnibus Law
Sedangkan soal perpajakan, hal itu diungkapkan pertama kali oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan paparan di acara KOMPAS100 CEO Forum di Jakarta pada 28 November 2019.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, inti dari omnibus law perpajakan adalah merevisi beberapa undang-undang menjadi satu sekaligus, yaitu undang-undang mengenai Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), dan undang-undang mengenai kepabeanan.
"Kita menggunakan omnibus law dalam rangka membuat rezim perpajakan kita sesuai dengan prioritas pemerintah dalam transformasi ekonomi dan mengantisipasi perubahan terutama digital ekonomi," jelas Sri Mulyani